YOGYAKARTA, iNewsDepok.id – Kalangan pesantren menggelar musywarah yang menghasilkan otokritik agar berbagai masalah bisa dicegah. Akhir-akhir ini dunia pesantren menghadapi sejumlah kasus seperti pelecehan seksual dan kekerasan fisik berujung tewasnya santri.
Kalangan pesantren yang tergabung dalam Forum Kyai,Nyai,Gus,dan Ning Pesantren se-Indonesia menggelar musyawarah di Pondok Pesantren Ora Aji Sleman Yogyakarta asuhan Gus Miftah Maulana Habiburrohman pada tanggal 18 September 2022.
Hadir dalam acara ini dari unsur PBNU, PWNU, dunia akademisi, kalangan kampus, serta dari SAS institute, para kyai, bunyai, gus dan ning dari berbagai pesantren.
Pertemuan tersebut menghasilkan 8 rekomendasi yang bersifat otokritik. Berikut rekomendasinya:
1. Pesantren harus waspada atas framing pemberitaan kekerasan fisik di lingkungan pesantren, dengan tetap melakukan evaluasi besar-besaran atas peraturan atau sistem yang memungkinkan terjadinya pelanggaran hukum dan pelanggaran syariat agama
2. Pesantren perlu membuat lembaga bantuan hukum atau menyediakan para legal (ahli hukum) yang membackup dan mengantisipasi terjadinya potensi-potensi pelanggaran hukum dikalangan pesantren.
3. Keluarga besar pesantren harus muhasabah total baik itu kyainya, pengurus, wali santri dan santri, agar tidak terjadi lagi potensi pelanggaran hukum, salah satunya dengan membuat komitmen antara pengelola pesantren dengan wali santri sehingga kyai bisa lebih fokus dalam menjaga dan mengawal pesantren untuk menjadi lebih baik.
4. Kalangan pesantren harus membangun networking dengan semua pihak termasuk dengan aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, peradilan) untuk menyelesaikan potensi pelanggaran hukum jika terjadi dilingkungan pesantren sekaligus mengantisipasi terjadinya pelanggaran hukum di pesantren.
5. Karena pesantren bukan pabrik yang akan melahirkan produk yang sama outputnya, maka diperlukan kebijaksanaan oleh para pengasuh dan pengelola dalam mengatasi berbagai problematikanya yang muncul.
Salah satu wujud kebijaksanaan itu adalah dengan terus memohon pertolongan Allah dengan mujahadah, istighosah tirakat, doa-doa, dan muhasabah dari para pengelola sehingga santri-santri lebih mudah diarahkan dan dibimbing untuk menjadi anak yang sholeh-sholehah dan futuh ketika belajar ilmu serta bermanfaat ketika sudah kembali di masyarakat.
6.Kedisiplinan di pesantren tetap di berlakukan dengan penuh rasa tanggung jawab,
7. Segala bentuk takziran (hukuman) tidak berbentuk takzir fisik yg mengakibatkan luka sedikitpun. Hukuman diganti dengan takziran menjerakan yang mempunyai nilai tarbiyyah seperti menghafal surat surat pendek dan bait bait, qoidah-qoidah dll.
8. Saling mempunyai rasa kasih sayang dari dan kepada seluruh yang ada di pesantren
Demikian hasil rekomendasi yang bersifat otokritik dari pertemuan pesantren menyikapi sejumlah masalah akhir-akhir ini. Dengan rekomendasi tersebut, kalangan pesantren berharap bisa menyesuikan diri dari perkembangan tanpa kehilangan jati dirinya.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait