get app
inews
Aa Text
Read Next : Casablanca Perfume, Dedikasi Keharuman 3 Dekade dengan Inovasi Baru dan Tahan Lama

Begini Peta Bisnis E-commerce di Indonesia: Antara Efisiensi, Persaingan, dan Regulasi

Kamis, 20 Februari 2025 | 09:31 WIB
header img
Paling kiri: Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, dalam media briefing yang digelar di Jakarta, Rabu (19/2). Foto: Novi

JAKARTA, iNews Depok.id - Ekosistem e-commerce Indonesia diramaikan oleh pemain-pemain besar dengan strategi dan karakteristik unik. Tokopedia dan TikTok, dengan kekuatan finansialnya, mendominasi pasar. Shopee, dengan strategi bakar uangnya yang agresif, juga menjadi pemain utama. Sementara itu, pemain lain seperti Lazada, Bukalapak, dan pemain yang lebih kecil lainnya, berjuang untuk mendapatkan pangsa pasar.

Strategi bakar uang, yang melibatkan pemberian diskon besar-besaran dan promosi agresif, telah menjadi praktik umum di kalangan platform e-commerce. Tujuannya adalah untuk menarik pelanggan, meningkatkan volume penjualan, dan pada akhirnya meningkatkan valuasi perusahaan.

Namun, strategi ini juga memiliki risiko, terutama jika tidak diimbangi dengan pengelolaan keuangan yang baik dan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang.

Penutupan layanan penjualan produk fisik di platform Bukalapak pada Januari 2025, merupakan respons terhadap persaingan ketat di sektor e-commerce Indonesia, terutama dengan semakin mendominasinya platform e-commerce Tokopedia dan Shopee. 

Keputusan Bukalapak mencerminkan dinamika dan tantangan dalam industri e-commerce Indonesia yang terus berkembang sekaligus menjadi sinyal peringatan bagi industri e-commerce di Indonesia bahwa persaingan di era digital semakin ketat.

Ketidakmampuan sebuah platform untuk beradaptasi dengan perubahan pasar dan meningkatkan efisiensi operasional dapat berujung pada tersingkirnya mereka dari persaingan.

Dalam kondisi ini, efisiensi dan strategi bisnis yang tepat, menjadi faktor utama agar platform digital dapat bertahan sekaligus menjaga persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU Antimonopoli.

"Pemerintah, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan pelaku usaha e-commerce perlu duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang dapat mendukung inovasi dan integrasi layanan tanpa melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat," ujar Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, dalam media briefing yang digelar di Jakarta, Rabu (19/2).

Huda menegaskan bahwa di era digital, efisiensi operasional adalah kunci utama untuk mempertahankan daya saing. "Perusahaan yang tidak mampu berinovasi dan meningkatkan efisiensi, akan sulit bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat. Di sisi lain, otoritas perlu memastikan bahwa kebijakan dan penegakan hukum yang diterapkan, tetap diarahkan untuk mendukung peningkatan efisiensi dan mencegah terjadinya monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat," tambahnya.

Nailul Huda mengatakan, berdasarkan data kunjungan, terdapat 3 layer dalam kompetisi bisnis e-commerce di Indonesia yang semakin ketat. 

Layer pertama adalah Tiktok Tokopedia dan Shopee. Sementara layer kedua ditempati Lazada, Blibli, dan Bukalapak, sementara layer ketiga adalah Zalora dan Orami.

Tahun 2023 iPress Group menganalisis market share e-commerce di Indonesia berdasarkan traffic website/app dan engagement pengguna di platform e-commerce utama. 

Shopee dan Tokopedia mendominasi pasar dengan market share masing masing sekitar 37-42% dan 30-35%. Sementara Lazada sekitar 15-20%, Bukalapak memiliki market share sekitar 5-10%, Blibli menguasai sekitar 3-5%.

Ekosistem Digital dan Tantangan Regulasi

Huda juga menyoroti bagaimana ekosistem digital saat ini berkembang semakin kompleks. "Platform digital tidak hanya menawarkan layanan utama, tetapi juga mengembangkan ekosistem pendukung, seperti pembayaran digital, pembiayaan, dan layanan logistik internal. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing, efisiensi, dan memberikan competitive advantage atau unique value kepada konsumen," paparnya.

Namun, ia mengingatkan bahwa strategi penguatan ekosistem digital ini harus tetap mengikuti regulasi yang berlaku. "Upaya efisiensi dapat dilakukan sepanjang tidak mengarah pada praktik diskriminasi atau praktik monopoli. Hal ini berpotensi melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tegasnya.

Huda pun mencontohkan platform dapat menerapkan strategi integrasi untuk meningkatkan efisiensi dengan tetap menjaga persaingan yang sehat. "Jika tidak diatur dengan baik, kondisi ini dapat mengarah pada praktik diskriminasi yang pada akhirnya merugikan konsumen dan pelaku usaha lain," imbuhnya.

Meskipun terdapat tantangan, Huda mengakui bahwa ekosistem digital yang terintegrasi juga membawa manfaat bagi masyarakat. "Teknologi digital telah meningkatkan inklusi keuangan, mempermudah akses ke layanan perbankan digital, serta mendorong literasi keuangan. Masyarakat kini lebih mudah menggunakan dompet digital, pinjaman online, hingga layanan investasi berbasis aplikasi," ujarnya.

Sebagai solusi, Huda mendorong adanya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem digital yang berkeadilan. "Transparansi dan proporsionalitas dalam regulasi atau penegakan hukum dan pertimbangan yang kuat serta pemahaman yang mendalam tentang karakteristik industri oleh otoritas/regulator dapat menjadi langkah krusial yang perlu segera dilakukan," ucapnya.

Pergeseran ke Model D2C dan Integrasi Vertikal

Seiring dengan perkembangan pasar, beberapa platform e-commerce mulai melirik model bisnis Direct-to-Consumer (D2C) dan melakukan integrasi vertikal.

Model D2C memungkinkan platform untuk menjual produk langsung ke konsumen tanpa perantara, sementara integrasi vertikal melibatkan penguasaan seluruh rantai pasok, mulai dari produksi hingga distribusi. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mengendalikan kualitas produk, dan memperkuat posisi di pasar.

Perkembangan e-commerce yang pesat juga dihadapkan dengan berbagai tantangan, termasuk regulasi yang belum sepenuhnya relevan dengan perkembangan pasar.

Undang-undang persaingan usaha yang ada, dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi bisnis saat ini. Oleh karena itu, regulasi yang tepat dan adaptif diperlukan untuk mendukung pertumbuhan e-commerce yang berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi semua pihak terkait.

Editor : M Mahfud

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut