JAKARTA, iNews Depok.id - Jumlah kasus anemia pada ibu hamil dan anak di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengajak seluruh bidan untuk lebih aktif dalam mendeteksi dan mencegah anemia sejak dini. Dengan skrining yang teratur dan pemberian informasi yang tepat, diharapkan angka anemia dapat ditekan.
Menjadi garda terdepan lawan anemia di Indonesia, Bidan memiliki peran krusial dalam mengatasi masalah anemia di Indonesia. Melalui skrining rutin, konseling gizi, dan pemberian suplemen, bidan dapat membantu ibu hamil dan anak-anak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk mencegah anemia. IBI pun terus mendorong peningkatan kapasitas bidan dalam menangani masalah ini.
Anemia tidak hanya membuat tubuh lemas, tetapi juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Jika dibiarkan, anemia dapat berdampak buruk pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu, IBI mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi masalah anemia.
Untuk mengatasi masalah anemia, diperlukan upaya bersama. Salah satunya adalah dengan memperkuat peran bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang.
Anemia Ancam Kesehatan Ibu dan Anak
Jangan anggap remeh anemia. Penyakit ini dapat berdampak serius pada kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak. IBI mengajak seluruh masyarakat untuk lebih peduli dan aktif mencegah anemia.
Ya, anemia masih menjadi permasalahan kesehatan yang mendesak dan telah lama menjadi perhatian serius dunia, termasuk di Indonesia. Kasus ini menjadi tantangan yang serius dalam dunia kesehatan, terutama pada kelompok yang rentan terhadap anemia defisiensi besi yaitu anak dan ibu hamil.
Bidan jadi garda terdepan lawan anemia, demi Indonesia Emas 2045. Foto: Novi
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, sebanyak 38,5% atau 1 dari 3 anak Indonesia berusia di bawah 5 tahun mengalami anemia. Tidak hanya pada anak¸ kejadian anemia atau kekurangan darah pada ibu hamil di Indonesia juga masih tergolong tinggi, yaitu sebanyak 48,9%.
Tanpa penanganan yang baik, Anemia Defisiensi Besi (ADB) akan dapat memengaruhi kesehatan anak di masa depan, sehingga dapat menghambat cita-cita negara untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Melihat masih banyaknya kejadian anemia defisiensi besi pada ibu dan anak, dalam rangka memeringati World Iron Deficiency Day atau Hari Defisiensi Besi Sedunia, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) melaksanakan lokakarya dengan tema “Peluncuran Inisiatif Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia”. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengupayakan peningkatan peran Bidan dalam melakukan skrining/identifikasi dini serta pencegahan Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada ibu dan anak di Indonesia.
Skrining defisiensi zat besi dengan model asuhan dan rujukan yang optimal serta keterlibatan dan kolaborasi berbagai pihak pelayanan kesehatan ibu dan anak, salah satunya bidan merupakan inisiasi yang tepat untuk pencegahan dini kejadian Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan anak.
Sebagai pelayanan kesehatan ibu dan anak, Bidan memiliki peran strategis dalam memastikan kesehatan ibu, anak, dan keluarga di Indonesia dengan melayani 74% pemeriksaan kehamilan dan 62,7% persalinan, serta lebih dari 50% layanan keluarga berencana.
Dalam ruang lingkup tenaga kesehatan, tenaga kebidanan merupakan salah satu posisi dengan proporsi tertinggi yaitu sebanyak 26,2% dari seluruh tenaga kesehatan. Oleh karena itu, melalui lokakarya yang diselenggarakan IBI dalam rangka memeringati World Iron Deficiency Day ini diharapkan dapat meningkatkan peran para bidan sebagai ujung tombak kesehatan ibu dan anak di seluruh pelosok negeri dalam merekomendasikan skrining/identifikasi dini serta pencegahan dengan tujuan untuk menurunkan angka kejadian Anemia Defisiensi Besi di Indonesia.
Dr. Ade Jubaedah, SSiT., MM., MKM, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menekankan pentingnya sinergi yang kuat dengan berbagai pihak untuk menekan angka kejadian Anemia Defisiensi Besi pada anak. Dengan deteksi yang cepat, intervensi dapat dilakukan lebih awal, seperti pemberian suplementasi zat besi atau perubahan diet yang tepat bagi ibu dan anak.
“Melalui kegiatan ini, harapannya bidan tidak hanya bertugas memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menyampaikan informasi penting, monitoring, edukasi serta skrining secara rutin seperti masalah anemia defisiensi besi (ADB). Skrining faktor risiko sebaiknya terintegrasi dengan layanan kesehatan ibu dan anak yang dilakukan Bidan sehingga mendukung pencegahan ADB lebih optimal. Tentunya, untuk menjangkau sebanyak mungkin orangtua dan anak, dibutuhkan kolaborasi multipihak agar keberhasilan intervensi lebih menyeluruh dan anak tidak ada yang mengalami anemia,” tutur Dr. Ade Jubaedah.
Dr. Ade Jubaedah, SSiT., MM., MKM?, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Foto: Novi
Anemia defisiensi besi terjadi pada 75% kasus anemia akibat defisiensi nutrisi. Pada masa kehamilan hingga anak berusia sampai 23 bulan atau pada MPASI, risiko Anemia Defisiensi Besi dapat meningkat, karena meningkatnya kebutuhan zat besi akibat pertumbuhan yang cepat dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dengan makanan pendamping. Risiko ADB pada periode kehamilan dan menyusui disebabkan oleh faktor, diantaranya karena asupan yang tidak adekuat, konsumsi makanan atau minuman yang menghambat penyerapan zat besi, mengabaikan pentingnya nutrisi seimbang, tidak teratur minum suplementasi besi serta mengalami infeksi.
Dr. dr. Rima Irwinda, Sp.OG, Subsp. KFM, Dokter Kandungan, Ahli Fetomaternal menjelaskan, “Bidan sebagai garda terdepan memiliki peran sentral dalam mendeteksi anemia pada ibu hamil, yang dapat mengurangi risiko komplikasi serius bagi ibu dan anak. Bidan perlu merekomendasikan skrining anemia tiap trimester kehamilan, suplementasi zat besi, dan edukasi sejak dini kepada ibu hamil untuk mencegah dan mengatasi anemia secara efektif. Penting juga dipahami bahwa rata-rata kebutuhan total zat besi selama kehamilan adalah sekitar 1000 mg. Adapun kebutuhan terbesar terdiri atas 300 mg yang dibutuhkan untuk janin dan 500 gram untuk menambah masa hemoglobin maternal.
WHO merekomendasikan suplementasi besi selama kehamilan 30 - 60 mg/hari. Untuk negara dengan prevalensi >40%, suplementasi dilanjutkan hingga 3 bulan pasca salin. Bidan juga perlu melakukan konseling manfaat pemberian suplementasi besi sehingga ibu hamil patuh mengonsumsi tablet besi sesuai anjuran.
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH., selaku Expert Community Medicine dan Medical and Scientific Affairs Director Danone SN Indonesia. Foto: Novi
Selain suplementasi besi, konseling sumber makanan yang mengandung zat besi juga dibutuhkan untuk mencegah anemia defisiensi besi selama hamil. Jika kebutuhan besi selama hamil tidak terpenuhi, ibu hamil berisiko anemia, preeklamsia, dan perdarahan pasca salin, sedangkan janin berisiko lahir prematur, pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal.
Selain itu, Ibu yang anemia dapat menyebabkan anak lahir dengan persediaan zat besi yang sangat sedikit dan berisiko mengalami anemia pada usia dini, yang dapat meningkatkan gangguan atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk perkembangan otak.
Anemia Defisiensi Besi berpotensi menghambat pertumbuhan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial anak. Jika tidak ditangani secara tepat, dampaknya dapat menjadi permanen. Hal ini dapat terjadi karena zat besi tidak hanya penting untuk membawa oksigen dalam darah, tetapi juga memiliki peran krusial dalam sistem kekebalan tubuh.
“Salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan anemia defisiensi besi pada anak di Indonesia adalah kurangnya zat gizi mikro dan konsumsi makanan kaya zat besi. Faktor risiko lainnya adalah tidak ada pedoman atau peraturan untuk skrining rutin status zat besi, terutama pada anak sehingga perlu intervensi dari bidan sebagai pelayan kesehatan dasar untuk ibu dan anak. Zat besi sangat berperan dalam metabolisme energi, sistem oksidasi, perkembangan dan fungsi syaraf, koneksi sistem jaringan, dan sintesis hormon. Untuk itu, pemeriksaan kadar Hb penting dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Bila ditemukan anemia, dicari penyebab dan bila perlu dirujuk. Pada anak-anak, zat besi merupakan salah satu mikronutrien penting untuk proses tumbuh kembangnya. Keseimbangan zat besi positif sekitar 1 mg asupan zat besi per hari. Karena sekitar 10% zat besi makanan diserap, 8-10 mg zat besi makanan harus dikonsumsi setiap hari. Selain mengupayakan skrining defisiensi besi sejak dini, nutrisi dengan fortifikasi zat besi sebagai pendamping ASI, dapat membantu memenuhi kebutuhan zat besi, sehingga mengurangi risiko anemia pada anak,” jelas Prof. DR. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K), Dokter Anak - Ahli Tumbuh Kembang Pediatri Sosial.
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH., selaku Expert Community Medicine dan Medical and Scientific Affairs Director Danone SN Indonesia mengatakan, “Anemia merupakan permasalahan yang perlu dicegah sedini mungkin. Kami melihat bahwa skrining anemia defisiensi besi merupakan kunci untuk mengurangi prevalensi anemia di Indonesia terutama bagi Ibu dan anak. Karenanya, skrining non-invasif berupa pemantauan asupan zat besi berbasis kuesioner dapat menjadi pilihan solusi identifikasi awal risiko anemia defisiensi besi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk Bidan dalam fasilitas pelayanan kesehatan primer.”
Editor : Mahfud