JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Pasal itu mengatur tentang presidential threshold (PT) 20% suara DPR atau 25% suara nasional.
"Amar putusan: mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan, Kamis (24/2/2022).
Dalam putusannya, majelis hakim MK mengatakan, gugatan yang diajukan para pemohon tidak beralasan menurut hukum karena Gatot selaku pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Majelis juga menyebut, sesuai hukum yang berlaku, tidak memungkinkan mengabulkan gugatan atas pasal 222 UU Pemilu.
"Pokok permohnan pemohon tidak dipertimbangkan ," kata Anwar lagi.
Ia berdalih, dukungan sesungguhnya terhadap calon presiden dan wakil presiden ditentukan saat Pemilu, sementara syarat bahwa dukungan partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional merupakan dukungan awal.
Seperti diketahui, pasal 222 itu dinilai melanggar pasal 6A UUD 1945, karena dalam konstitusi tidak disebutkan ketentuan 20% dan 25%.
Selain itu, pasal 222 juga dinilai hanya melanggengkan oligarki, sehingga digugat banyak kalangan, termasuk oleh ekonom Rizal Ramli dan pakar hukum tata negara Refly Harun, yang juga telah ditolak MK.
Sejauh ini, menurut data, sudah sekitar 15 gugatan pasal 222 UU Pemilu yang telah ditolak MK, dan daftar ini semakin panjang karena hari ini juga, dalam sidang terpisah, MK menolak JR pasal 222 yang diajukan anggota DPD RI Fahira Idris, Edwin Pratama Putra, dan Tamsil Linrung; yang diajukan politisi Gerindra Ferry Joko Yuliantono; dan yang diajukan Ikhwan Mansyur Situmeang, Bustami Zainuddin, Fachrul Razi, dan tokoh Tionghoa Lieus Sungkharisma.
Editor : Rohman