get app
inews
Aa Text
Read Next : DPRD Desak Kejagung Bongkar Kasus Dugaan Korupsi Pengelolaan ABC Mall Ancol

Ombudsman RI Ungkap Temuan Mencengangkan Terkait Program Penangkapan Ikan Terukur

Kamis, 30 November 2023 | 21:28 WIB
header img
Hery Susanto, anggota Ombudsman RI. (Foto Ilustrasi)

DEPOK, iNewsDepok.id - Hery Susanto, anggota Ombudsman RI, menjelaskan bahwa kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota dan zona bertujuan untuk melestarikan sumber daya ikan, mengatasi overfishing, meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan meningkatkan kesejahteraan nelayan serta masyarakat.

"Namun, dalam pelaksanaannya, kebijakan ini perlu memperhatikan semua aspek dan aspirasi semua stakeholder terkait," kata Hery dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2023).

Penelitian ini mengungkapkan temuan Ombudsman pada aspek regulasi dan implementasi kebijakan PIT. Hery menyebutkan bahwa dalam aspek regulasi, mereka menemukan bahwa konsultasi publik yang melibatkan pemangku kepentingan dalam penyusunan rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur dan ketentuan pelaksanaannya belum optimal. "Kesimpulan ini didasarkan pada keterangan dari beberapa pemda dan kelompok nelayan. Meskipun konsultasi publik dalam merancang kebijakan PIT sebenarnya telah dilakukan oleh KKP dengan melibatkan akademisi dan kelompok pemerhati, namun hal tersebut belum dirasa optimal," ujar Hery.

Temuan kedua adalah beberapa ketentuan yang mengatur perlindungan terhadap nelayan kecil tidak bersifat wajib tetapi bersifat pilihan. Selanjutnya, Ombudsman menemukan tidak ada parameter yang jelas dan terukur untuk menentukan kategori nelayan kecil. 

Masalah akuntabilitas dan transparansi dalam perhitungan, penetapan, dan evaluasi kuota penangkapan ikan yang belum diatur secara komprehensif dalam regulasi PIT juga menjadi temuan Ombudsman.

Hal ini disusul oleh kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang regulasi serta aturan teknis dari Penangkapan Ikan Terukur. "Kebijakan PIT berbasis kuota dan zona masih belum dipahami secara jelas dan utuh oleh para nelayan, pemilik kapal perikanan maupun pelaku usaha perikanan," tambah Hery.

Meskipun kebijakan PIT berbasis kuota dan zona akan diterapkan pada 1 Januari 2024 di seluruh wilayah penangkapan ikan di Indonesia, Ombudsman melihat ada potensi maladministrasi. Hal ini dapat terjadi jika semua stakeholder, khususnya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak mengantisipasi secara tepat dan cepat beberapa permasalahan yang muncul.

Pada aspek implementasi kebijakan PIT, Ombudsman menemukan bahwa sistem dan mekanisme pengawasan masih lemah. "Berdasarkan hasil survei, diketahui masih ada nelayan yang melaut lebih dari 12 mil namun tidak memiliki izin sama sekali atau hanya memegang izin dari pemerintah provinsi. Fenomena ini menunjukkan bahwa KKP belum optimal melakukan pengawasan secara intensif dan menjangkau seluruh wilayah perikanan tangkap di Indonesia," jelas Hery.

Selanjutnya, Ombudsman juga menemukan fakta di lapangan bahwa edukasi dan bimbingan teknis kepada nelayan atau pelaku usaha maupun petugas di daerah masih sangat kurang. Di samping itu, belum semua pelabuhan perikanan menyediakan gerai layanan perikanan tangkap yang berfungsi untuk memfasilitasi nelayan, pelaku usaha perikanan dalam proses migrasi perizinan dan sebagai tempat pengaduan atau tanya jawab terkait kebijakan PIT berbasis kuota dan zona.

Ombudsman juga menyoroti permasalahan tata kelola BBM bersubsidi untuk nelayan.

"BBM bersubsidi untuk nelayan bukan hanya terkait dengan pasokan dan rantai distribusi, namun juga permasalahan dari sektor hulu ke hilir yang perlu pembenahan. Jika permasalahan BBM bersubsidi masih belum dapat diselesaikan, terutama soal pemerataan pasokan ikan, maka kewajiban untuk melakukan pembongkaran di pelabuhan perikanan setempat tidak dapat maksimal dilaksanakan," terang Hery.

Ombudsman menemukan masih banyaknya perizinan pada sektor perikanan tangkap bahkan aplikasi yang digunakan lebih dari satu. Nelayan dan pelaku usaha juga mengeluhkan adanya pungutan seperti biaya tambatan, biaya bongkar dan PNBP yang semakin lama semakin besar.

Ombudsman memberikan saran kebijakan di antaranya, pada aspek regulasi, Ombudsman mendorong urgensi konsultasi publik dalam merancang regulasi dan penyusunan kebijakan terkait PIT dengan mengoptimalkan pelibatan seluruh pemangku kepentingan secara aktif.

“Yang tak kalah penting memastikan perlindungan terhadap nelayan kecil dilakukan secara maksimal dengan memperkuat sisi regulasi yang mengamanatkan secara mandatory perlindungan bagi nelayan kecil.

Pada aspek implementasi, Ombudsman memberikan saran perbaikan di antaranya agar KKP memperkuat sistem dan mekanisme pengawasan mengenai subsektor perikanan tangkap, Selanjutnya, agar KKP meningkatkan kegiatan edukasi dan bimbingan teknis secara masif kepada para nelayan, pelaku usaha penangkapan ikan dan pelaku usaha pengangkutan ikan serta petugas terkait penangkapan ikan terukur di daerah.

“Ketersediaan stok BBM bersubsidi dan kemudahan akses mendapatkan BBM Bersubsidi dapat diselesaikan. Hal tersebut penting, mengingat kebijakan PIT mewajibkan kapal membongkar hasil ikan di Pelabuhan pangkalan yang dipilihnya, maka ketersediaan stok BBM Bersubsidi harus merata di setiap titik pelabuhan perikanan,” tegas Hery.

Selanjutnya, Ombudsman menyarankan agar pemerintah menyederhanakan perizinan dan mengintegrasikan ke dalam sistem terpadu antara pemerintah daerah, kementerian kelautan dan perikanan maupun Kementerian Investasi/BKPM selaku pengelola OSS. Dengan demikian setiap perizinan dapat dipantau bersama dan tidak menimbulkan tumpang tindih perizinan.
 
“Agar penyelenggara pelayanan terkait menutup potensi terjadinya maladministrasi pelayanan publik dan mengoptimalkan mekanisme tindak lanjut pengaduan yang responsive,” ujar Hery.

Kajian ini mengambil lokasi di PPS Lampulo Aceh, PPN Karangantu Banten, PPS Nizam Zachman, PPM Muara Angke Jakarta, Kejawaan Jawa Barat, Cilacap, PPN Prigi, PPN Pemangkat, PPN Sungai Rengas, PPS Bitung, PPS Ternate.

Kajian dilaksanakan dengan beberapa metode yakni Forum Group Discussion (FGD), survei opini publik kepada para nelayan, pelaku usaha, dan stakeholder, serta melakukan observasi secara langsung di lapangan. 

Editor : M. Syaiful Amri

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut