GAZA, iNewsDepok.id - Banyak wanita di Gaza Palestina yang terpaksa mengkonsumsi pil penunda menstruasi karena tak ada stok pembalut.
Menurut Dr Walid Abu Hatab seperti dilansir dari The Guardian, seorang konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Gaza mengatakan bahwa penggunaan pil penunda menstruasi terpaksa dilakukan. Situasi Gaza di tengah blokade dan serangan Israel membuat banyak keterbatasan termasuk ketersediaan air bersih dan pembalut.
"Kami tidak memiliki pilihan lain. Kami tidak memiliki cukup pembalut wanita, tampon, atau bahkan air bersih untuk membersihkan diri. Kami juga tidak memiliki privasi atau tempat yang nyaman untuk beristirahat. Kami harus bertahan hidup di tengah-tengah kekerasan, kebisingan, dan ketakutan," kata Dr Walid.
Salah satu wanita yang mengonsumsi pil penunda menstruasi adalah Salma Khaled, yang telah meninggalkan rumahnya di Tel al-Hawa dua minggu lalu dan kini tinggal di sebuah kamp pengungsi Deir el-Balah, Gaza Tengah. Ia mengatakan bahwa dia terus-menerus berada dalam ketakutan, ketidaknyamanan, dan depresi, yang berdampak buruk pada siklus menstruasinya.
"Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini. Saya mendapat menstruasi dua kali dalam bulan ini, yang sangat tidak teratur bagi saya, dan mengalami pendarahan hebat. Saya tidak tahu kapan perang ini akan berakhir. Saya hanya berharap bisa hidup normal lagi," kata Salma.
Insiden ini telah menarik perhatian banyak orang di media sosial, terutama di Indonesia, yang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Banyak warganet yang menyatakan simpati dan solidaritas mereka kepada wanita-wanita di Gaza, serta mengutuk tindakan Israel yang dianggap melanggar hak asasi manusia.
Reaksi warganet terhadap berita ini bervariasi. Beberapa mengutuk situasi yang memaksa perempuan untuk mengambil langkah tersebut sebagai contoh nyata dampak negatif konflik berkelanjutan terhadap kehidupan perempuan Palestina. Mereka menyoroti pentingnya mendukung perempuan dalam situasi seperti ini dan menawarkan solusi yang lebih baik.
"Saya merasa sedih sekali membaca berita ini. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi wanita di Gaza. Saya berdoa agar Allah memberikan mereka kekuatan, kesabaran, dan perlindungan. Saya juga berharap agar Indonesia dan negara-negara lain bisa membantu mereka dengan bantuan kemanusiaan," tulis warganet bernama Nurul.
"Ini adalah bukti bahwa Israel adalah negara teroris yang tidak punya hati. Mereka tidak peduli dengan penderitaan rakyat Palestina, bahkan wanita dan anak-anak. Mereka hanya ingin menghapuskan eksistensi Palestina dari peta dunia. Saya mendesak PBB dan negara-negara Islam untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap Israel," tulis warganet bernama Rizal.
"Saya salut dengan wanita-wanita di Gaza yang tetap tegar dan berjuang di tengah situasi yang sangat sulit. Mereka adalah contoh nyata dari perempuan tangguh dan beriman. Saya berharap agar mereka bisa segera bebas dari penjajahan Israel dan hidup dengan damai dan sejahtera," tulis warganet bernama Siti
"Saya merasa malu dengan diri saya sendiri yang sering mengeluh dengan hal-hal sepele. Saya tidak pernah mengalami kesulitan seperti wanita-wanita di Gaza. Saya harus bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan kepada saya. Saya juga harus berusaha membantu saudara-saudara saya di Palestina dengan cara apapun yang saya bisa," tulis warganet bernama Fahmi.
Isu ini mencerminkan kompleksitas kehidupan sehari-hari perempuan di wilayah konflik dan menyoroti tantangan yang mereka hadapi. Dalam situasi yang penuh tekanan, masyarakat diharapkan dapat bekerja bersama untuk mencari solusi yang memungkinkan perempuan untuk hidup tanpa harus mengorbankan kesehatan atau hak-hak mereka.
Editor : M Mahfud