DEPOK, iNews.id - Varian baru SARS-CoV-2, virus penyebab Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), kembali muncul di tengah penyebaran varian Omicron yang masih belum teratasi.
Varian baru tersebut bernama IHU atau B.1640.2.
Keberadaan varian baru ini diketahui dari laporan para peneliti di lembaga penelitian virus di Instituts Hospitalo Universitaires (IHU), Marseille, Perancis, dan mungkin memiliki 46 mutasi.
Nama IHU berasal dari tempat di mana virus baru itu ditemukan, yakni Instituts Hospitalo Universitaires (IHU).
Menurut laporan tersebut, setidaknya ada 12 kasus infeksi IHU yang ditemukan dari orang-orang yang dilaporkan baru kembali dari perjalanan ke Kamerun, Afrika.
"Kami memang memiliki beberapa kasus varian baru ini di wilayah geografis Marseilles. Kami menamakannya 'varian IHU'. Dua genom baru saja dikirimkan," kata Philippe Colson, kepala dan profesor departemen yang menemukan varian tersebut seperti dikutip dari Business Insider, Rabu (5/1/2021).
Secara rinci, studi soal IHU dimuat di jurnal pracetak MedRxiv pada 29 Desember 2021, akan tetapi sebenarnya kasus IHU diidentifikasi sejak September 2021.
Menurut The Independent, IHU saat ini diberi label "variant under monitoring" atau masih diselidiki oleh WHO. Lembaga PBB itu sudah mempelajarinya sejak September 2021.
Sementara itu, seorang epidemiolog Eric Feigl-Ding mengatakan bahwa varian baru akan terus muncul, tetapi belum tentu akan lebih berbahaya.
"Ada banyak varian baru yang ditemukan sepanjang waktu, tetapi itu tidak berarti mereka akan lebih berbahaya. Apa yang membuat sebuah varian lebih terkenal dan berbahaya adalah kemampuannya untuk berkembang biak karena jumlah mutasi yang dimilikinya terkait dengan virus aslinya," kata dia melalui Twitter pribadinya.
Belum diketahui bagaimana karakteristik IHU, namun informasi yang beredar menyebutkan, varian ini hanya menimbulkan gejala ringan.
Meski demikian, IHU diketahui membawa beberapa mutasi yang sama yang ditemukan di varian sebelumnya, salah satunya mutasi E484K yang berpotensi dapat menghindari antibodi paska vaksin.
Editor : Rohman