DEPOK, iNews.id - Ustadz Yusuf Mansur telah melalui perjalanan berliku sampai akhirnya bisa menjadi ustadz terkenal seperti saat ini. Pada tahun 1998, ia pernah mendekam di penjara dan mendapatkan hikmah sedekah.
Saat ini, Ustadz Ia adalah pimpinan Pondok Pesantren Daarul Quran Bulak Santri, Cipondok Tangerang. Ia juga pimpinan pengajian Wisata Hati.
Ustadz kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976 lahir dari keluarga Betawi yang berkecukupan. Ia terlahir dengan nama Jam’an Nurkhatib Mansur. Ayahnya bernama Abdurrahman Mimbar dan ibunya bernama Humrif’ah.
Sejak usia 9 tahun, kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah, ia sering tampil di atas mimbar untuk berpidato pada acara Ihtifal Madrasah yang diselenggarakan menjelang Ramadan setiap tahun.
Saat tamat Madrasah Ibtidaiyah, ia kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Chairiyah Mansuriyah yaitu lembaga pendidikan yang dikelola keluarganya, KH. Achmadi Muhammad. Saat itu, Yusuf Mansur adalah siswa paling muda dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Ia pun lulus dari MTs. Chairiyah Mansuriyah pada tahun 1989 sebagai siswa terbaik di usia 14 tahun.
Lulus dari MTs. Chairiyah Mansuriyah, ia kemudian melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol Jakarta Barat sebagai lulusan terbaik tahun 1992. Ia pernah kuliah di jurusan Informatika namun berhenti tengah jalan karena lebih suka balapan motor.
Meski tak sempat menuntaskan kuliah, Ustad Yusuf bersama dua temannya mendirikan perguruan tinggi Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Cipta Karya Informatika.
Ia terjun ke bisnis informatika pada tahun 1996. Namun, kesalahan dalam mengelola bisnis membuatnya terlilit utang yang jumlahnya miliaran. Akibatnya, ia merasakan dinginnya hotel prodeo selama 2 bulan.
Setelah bebas, tak kapok Ustadz Yusuf kembali mencoba berbisnis tapi kembali gagal dan terlilit utang lagi. Cara hidup yang keliru membawa Ustad Yusuf kembali masuk bui pada tahun 1998.
Saat di penjara itulah, Ustadz Yusuf menemukan hikmah tentang sedekah. Selepas dari penjara, Ustadz Yusuf berjualan es di terminal Kali Deres. Berkat keikhlasan sedekah pula, akhirnya bisnis Ustad Yusuf berkembang. Ia tak lagi berjualan dengan termos, tapi memakai gerobak dan mulai mempunyai anak buah.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani