JAKARTA, iNews.id - Tindakan Gubernur Anies Baswedan merevisi UMP DKI Jakarta dari 0,85% menjadi 5,1% diprotes pengusaha, bahkan diancam akan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pasalnya, selain dianggap tidak melibatkan pengusaha dalam merevisi UMP tersebut, kenaikan UMP menjadi 5,1% juga dinilai melanggar PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Yang kami pantau, pengusaha belum diajak bicara dalam hal (merevisi UMP) ini," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz, seperti dilansir detikcom, Sabtu (18/12/2021).
Ia menilai, kebijakan Anies merevisi UMP DKI 2022 merupakan diskresi atau kebijakan Anies yang dilakukan sepihak, tanpa didasari keputusan bersama dengan pengusaha.
Menurut Adi, kesepakatan bersama pun tidak berarti bisa menabrak aturan yang ada, dalam hal ini Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan produk turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Kesepakatan itu juga tidak bisa serta-merta, kecuali juga mempedomani kepada regulasi yang ada. Jadi, saya kira bukan persoalannya naik maupun turunnya (UMP) ataupun berdasarkan pertumbuhan ekonomi maupun inflasi itu sendiri, namun kiranya (keputusan Anies) juga sudah di luar regulasi yang ada," kata dia.
Ia menilai, kenaikan UMP DKI 2022 sebesar 0,85% yang diumumkan Pemprov DKI pada 21 November 2021 merupakan kebijakan yang sudah sesuai regulasi dan kesepakatan bersama, dan ia mengatakan, para pengusaha bakal menggugat Anies ke PTUN terkait kebijakan UMP-nya yang baru.
"Beberapa pengusaha juga akan membawa ini ke ranah, katakanlah ke ranah hukum. Jadi, paling tidak mungkin ke ranah PTUN dalam hal ini," tegas Adi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anies merevisi UMP DKI dari hanya naik 0,85% menjadi 5,1%, sehingga UMP DKI 2022 naik Rp225.667 menjadi Rp4.641.854, karena didasarkan oleh rasa keadilan. Apalagi karena pada enam tahun terakhir rata-rata kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar 8,6%.
"Kenaikan 5,1% ini lebih layak bagi pekerja, dan tetap terjangkau oleh pengusaha," kata Anies, Sabtu (18/12/2021). .
Menurut dia, dengan menaikkan hingga 5,1%, kemampuan daya beli masyarakat dapat ditingkatkan, dan sekaligus sebagai bentuk apresiasi bagi para pekerja, dan menjadi suntikan semangat bagi perekonomian serta dunia usaha.
"Harapan kami ke depan, ekonomi dapat lebih cepat derapnya demi kebaikan kita semua," kata dia.
Keputusan Anies merevisi UMP tahun 2022 dari 0,85% menjadi 5,1% didasarkan beberapa pertimbangan. Di antaranya kajian Bank Indonesia yang menunjukkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 mencapai 4,7% hingga 5,5%, sehingga inflasi akan terkendali pada posisi 3% (2-4%). Sementara Institute For Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 sebesar 4,3%.
Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menunjukkan, rata-rata inflasi Ibu Kota selama Januari-November 2021 adalah 1,08%, sementara rata-rata inflasi nasional selama Januari–November 2021 sebesar 1,30%.
Sebelumnya, karena menaikkan UMP 2022 hanya sebesar 0,85%, Balai Kota DKI terus menerus didatangi buruh yang memprotes besaran kenaikan UMP tersebut. Kemudian, karena kenaikan UMP sebesar 0,85% itu didasarkan perhitungan dengan formula yang tercantum dalam PP Nomor 36 Tahun 2021, Anies berkirim surat kepada Menteri Ketenagakerjaan agar formula itu diubah, tetapi kementerian mengatakan, yang berwenang mengubah PP adalah presiden.
Anies dan timnya di Pemprov DKI menaikkan UMP menjadi 5,1% dengan menggunakan variabel inflasi (1,6%) dan variabel pertumbuhan ekonomi nasional (3,51%). Dengan menggunakan kedua variabel itu, angka 5,11% pun didapatkan, dan sah menjadi UMP DKI 2022.
Editor : Rohman