DEPOK, iNewsDepok.id - Bumbu dapur membuat masakan terasa lebih nikmat, apalagi jika penggunaannya tepat. Tak heran, bila bumbu dapur menjadi bahan masakan yang paling dicari.
Umumnya harga bumbu dapur terjangkau kantong dan mudah ditemui di pasaran. Tapi tahukah bila ada bumbu dapur yang harganya selangit, bahkan ada yang harganya sampai ratusan juta.
Bumbu dapur yang harganya mahal ini termasuk bumbu yang langka dan eksklusif sehingga penggunaannya harus sesuai dengan takaran. Lantas apa saja bumbu dapur yang harganya selangit?
Simak, berikut 7 bumbu dapur yang harganya selangit, dari yang ratusan juta hingga puluhan ribu rupiah, seperti dirangkum pada Selasa (3/1/2023):
Saffron kerap dijadikan tambahan untuk hidangan tradisional India, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa.
Hingga kini saffron menjadi bumbu dapur yang masih sangat mahal. Pasalnya, safron yang halus perlu diekstraksi dengan hati-hati dari bunga crocus sativus, yang hanya mekar dua kali setahun.
Sekitar 250.000 bunga diperlukan untuk menghasilkan hanya satu kilogram. Untuk mengumpulkannya membutuhkan waktu hingga 600 jam kerja manual.
Tak heran bila harga per pon (454 gram) sebesar 1.000-5.000 dolar AS atau setara dengan Rp14,8 hingga Rp741 juta.
- Daun jeruk purut
Tak disangka bila tanaman yang banyak digunakan untuk masakan di Asia Tenggara ini harganya cukup fantastis. Daun ini digunakan untuk menambahkan rasa ke berbagai hidangan, termasuk kari dan tumis, hidangan nasi, dan sup.
Tidak mudah untuk memanen daun-daun ini, yang harus dipetik dengan tangan dari cabang-cabang kusut yang ditutupi dengan duri-duri ganas. Tak heran bumbu dapur satu ini harganya sekitar 35 dolar AS atau setara dengan Rp519 ribu per pon.
- Serbuk Sari Adas
Setiap bagian dari tanaman adas digunakan dalam masakan di seluruh dunia. Umbi, dengan rasa manis ini kerap kali digunakan, baik mentah atau dimasak.
Namun, ternyata bagian tanaman satu ini yang paling dihargai adalah serbuk sari, sebab memiliki rasa yang otentik dan kerap digunakan sebagai tambahan ke berbagai hidangan.
Hanya saja karena langka dan proses panen yang lama, membuat bumbu dapur satu ini memiliki harga yang mahal. Per ons-nya seharga 30 dolar AS atau setara dengan Rp444 ribu.
- Biji Vanila
Vanila sintetis adalah salah satu perasa makanan paling umum digunakan di dunia. Bumbu satu ini ditemukan dalam beragam makanan, baik untuk kue maupun minuman.
Hanya saja, bumbu yang diproduksi secara massal ini tidak memiliki kemiripan dengan aroma dan rasa yang kaya dari tumbuhan vanila yang asli.
Di pulau asalnya, Madagaskar, bumbu dapur ini memiliki harga yang cukup melambung sebab termasuk tanaman langka. Vanila alami harganya bisa lebih dari 20 dolar AS atau setara dengan Rp296 ribu per ons atau 6 hingga 8 polong.
- Lada Panjang
Lada panjang atau cabai jawa termasuk keluarga Piperaceae yang memiliki rasa seperti adas manis, kayu manis, dan pala, dengan aroma dan gigitan yang halus.
Lada panjang secara tradisional hanya ditanam di India dan Indonesia, meski popularitasnya jauh melampaui tak seperti lada pada umumnya, bumbu ini dibanderol 5 dolar AS per ons.
- Mahlab
Mahlab adalah rempah-rempah yang kompleks dan harum dengan campuran rasa manis dan pahit yang digunakan untuk menambah cita rasa pada berbagai hidangan.
Meski tidak begitu dikenal atau digunakan secara luas di Barat, Mahlab telah menjadi makanan pokok pedagang rempah-rempah Eropa dan Arab selama ribuan tahun.
Bumbu ini berasal dari lubang pohon Prunus mahaleb yang dihancurkan. Mahlab dibuat dengan mengekstrak lubang dari ceri, mengeringkannya, lalu menggilingnya menjadi bubuk halus.
Pasalnya, proses yang rumit dan memakan waktu lama inilah yang membuat bumbu satu ini dibanderol 5-6 dolar AS atau setara dengan Rp74.000 per ons.
- Biji Jintan Hitam
Kerabat dari jinten (Cuminum cyminum) yang lebih dikenal sebagai jintan hitam ini memiliki rasa pedas yang kompleks.
Bumbu dapur ini berasal dari India Utara, Iran, Maroko dan Mesir. Biji bumbu ini lebih kecil dan lebih tipis dari jintan biasa. Tak heran bila harganya cukup mahal sebesar 3 dollar AS setara dengan Rp44.000 per ons.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani