JAKARTA, iNewsDepok.id - Monumen Pancasila Sakti yang berada di kawasan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur merekam jejak hitam kegiatan Gerakan 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Selain sumur maut yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini, pengunjung juga masih bisa melihat 3 rumah yang menjadi pusat kegiatan mereka.
Ketiga rumah tersebut memiliki fungsi masing-masing, yaitu untuk penyiksaan para pahlawan revolusi, pos komando, serta dapur umum. Rumah penyiksaan sendiri dimiliki oleh Bambang Harjono, dan rupanya pernah digunakan untuk belajar anak-anak.
"Bambang Harjono itu Kepala Sekolah SR, Sekolah Rakyat jaman dulu," kata pemandu wisata Monumen Pancasila Sakti, Manulang kepada iNews Depok, Kamis, 29 September 2022.
Bambang sendiri merupakan simpatisan PKI. Sedangkan istrinya tergabung dalam organisasi terlarang Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Di rumah ini, pengunjung dapat menyaksikan diorama yang diiringi dengan audio penjelasan peristiwa penculikan dan penyiksaan pahlawan revolusi. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan papan tulis sebagai bukti bahwa rumah tersebut pernah digunakan sebagai bangunan sekolah.
Awalnya, anak-anak yang belajar di rumah tersebut hanya diliburkan beberapa hari. Meski tidak memiliki siswa banyak, Manulang meyakini masyarakat di sekitar Lubang Buaya yang berusia 70-an tahun sempat merasakan Sekolah Rakyat tersebut.
"Sebenarnya rumah itu pertamanya dipinjam oleh PKI, tapi malah berkelanjutan," kata dia.
Sedangkan rumah yang dijadikan sebagai pos komando PKI, merupakan milik Sueb. Dia tidak terlibat kegiatan PKI. Sueb adalah seorang pedagang kelapa di Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur.
"Jadi dia sebenarnya tidak tiap hari pulang. Karena dulu kan masih jalan kaki, kalau nggak naik sepeda jualan ke sana," kata dia.
Rumah tersebut akhirnya diambil alih PKI yang mengadakan latihan di kawasan tersebut. Saat itu, anggota PKI yang melakukan latihan di kawasan Lubang Buaya hampir 3.700 orang.
"Rumah itu diambil alih, dia tidak berani mengambil risiko karena sebanyak itu. Akhirnya dia keluar sendiri," kata dia.
Dahulu, rumah tersebut digunakan untuk melakukan rapat-rapat penting PKI sebelum melakukan penculikan pahlawan revolusi. Hingga kini, pengelola masih berupaya mempertahankan 99 persen keaslian dari bangunan dan beberapa barang, seperti meja kursi.
Ada satu rumah lagi yang digunakan untuk kegiatan PKI, yaitu rumah Amrah. Rumah tersebut masih berupa bangunan kayu dan difungsikan sebagai dapur umum. Amrah sendiri seorang janda dan tidak terlibat dengan aktivitas PKI.
"Dia sehari-hari sebenarnya tukang jahit. Baru setelah dia jahit, setelah itu dipasarkan ke pedagang kain keliling," kata Manulang.
Di lokasi ini, dulunya terdapat 13 rumah. Namun, 10 rumah tidak berkaitan langsung dengan kegiatan PKI. Sehingga, rumah-rumah tersebut dipindahkan dan pemiliknya diberikan ganti rugi.
"Jadi yang berkaitan langsung dengan kegiatan PKI hanya 3 rumah itu, rumah penyiksaan, pos komando, dan dapur umum," kata Manulang.
Editor : Mahfud