JAKARTA, iNewsDepok.id - Ketua Forum Dinamika Masyarakat (FDM) Harry Langitan meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar mengaudit sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk jenjang sekolah dasar (SD).
Pasalnya, sistem itu diduga tak hanya memicu sistem pendidikan yang tidak ramah anak, tetapi juga membuat banyak sekali sekolah swasta yang diduga hanya dijadikan batu loncatan bagi siswa yang pada tahun ajaran sebelumnya tidak diterima di SD negeri karena tidak lolos PPDB.
"Dari hasil penelitian kami, PPDB berbasis umur membuat sistem pendidikan terprogram secara IT, sehingga umur yang sudah diprogram wajib belajar 7 hingga15 untuk SD (sesuai konstitusi) secara otomatis meloloskan usia yang tua. Padahal, pada tahun 2017 saat menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat Muhajir Effendi, telah diinstruksikan bahwa NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang dijadikan basis utama dalam penerimaan didik baru," kata Harry melalui telepon, Selasa (5/7/2022).
Persoalan muncuk, lanjut dia, karena sekolah memiliki Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) sebagai data pokok peserta didik, sementara pada sistem IT PPDB untuk SD hanya menginput data NIK.
"Akibatnya, siapapun yang berada pada usia wajib belajar dasar bisa ikut serta," imbuhnya
Harry menjelaskan, penelitian dilakukan di wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara, selama PPDB SD tahap I, II dan III.
PPDB berbasis umur ini, kata dia, membuat anak-anak yang diterima tinggal di kelurahan dan kecamatan yang berbeda dengan lokasi sekolah yang dituju, sehingga jika tahun ajaran baru telah dimulai, dapat dipastikan anak-anak itu harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mencapai sekolah
Padahal, jelas dia, di Tanjung Priok terdapat pelabuhan, dan setiap hari truk-truk kontainer berlalu lalang di jalan-jalan yang menuju dan dari arah pelabuhan.
"Jadi, bisa dibayangkan apa risiko yang harus dihadapi anak-anak itu, juga wali murid yang mengantar dan menjemputnya setiap hari. Karena itu kami katakan bahwa sistem ini tidak ramah anak," katanya.
Data lain yang diperoleh adalah ditemukannya anak-anak berusia 8 tahun yang diterima melalui jalur PPDB SD. Beberapa di antaranya berinisial MOD (8,5) dan MZ (8,1).
Harry mengakui kalau saat ini pihaknya masih meneliti apakah anak-anak itu sebelumnya pernah bersekolah ataukah tidak, tetapi dari keluhan sejumlah guru di sekolah swasta diketahui kalau setiap tahun ajaran baru, jumlah siswanya yang duduk di kelas dua berkurang banyak, bahkan ada yang hampir mencapai separuhnya, akibat pindah sekolah.
"Diduga ada yang pindah akibat ikut PPDB lagi dan diterima, sehingga ada dugaan kalau selama ini banyak sekolah swasta yang hanya dijadikan sebagai sekolah sementara, sehingga begitu lolos PPDB, mereka pindah. Jadi, istilahnya, sekolah swasta cuma dijadikan batu loncatan," kata Harry lagi
Karena hal ini, Harry pun meminta Gubernur Anies Baswedan agar mengevaluasi sistem PPDB, karena dari hasil penelitiannya, ada keganjilan lain yang didapat, yakni: setiap anak yang telah mendaftar di sekolah negeri atau swasta, mendapatkan NISN, sehingga seharusnya ketika siswa yang telah memiliki NISN mendaftar melalui PPDB, ditolak dan jangan diterima, tetapi mengapa tetap diterima?
"Saya sempat menanyakan hal ini kepada pejabat yang menangani PPDB, tapi dia tidak bisa menjelaskan," katanya.
Ia pun menyarankan agar DKI mengoneksikan NISN dengan NIK, sehingga jika kedapatan ada pendaftar yang tahun sebelumnya tidak diterima, tetapi mendaftar lagi, maka akan ketahuan.
Selain meminta agar sistem PPDB dievaluasi, Harry juga meminta Anies agar membentuk tim independen guna mengungkap mengapa setiap tahun ajaran baru jumlah siswa kelas dua di SD swasta berkurang, untuk membuktikan dugaan adanya kaitan hal ini dengan PPDB.
Editor : Rohman