JAKARTA, iNews Depok.id - Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, kita seringkali terperangkap dalam berbagai peran yang harus kita jalani.
Peran sebagai seorang anak, ibu, istri, profesional, dan berbagai tuntutan sosial lainnya. Tanpa disadari, proses ini bisa mengikis bagian-bagian diri kita, menghapusnya seolah tak pernah ada.
Fenomena inilah yang menjadi inti dari film "A Normal Woman," karya sutradara Lucky Kuswandi dengan penulis cerita Andri Cung.
Film ini menyoroti kisah Mila, seorang perempuan yang kehilangan jati dirinya karena terus-menerus menyesuaikan diri dengan ekspektasi orang lain.
Namun, apa yang terjadi pada Mila bukanlah cerita yang asing. Kita semua, pada titik tertentu dalam hidup, mungkin pernah merasakan sensasi "terhapus" ini, ketika identitas kita perlahan memudar di balik topeng-topeng yang kita kenakan.
Tubuh Kita, Alarm Pertama Authenticity
Seringkali, kita tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres sampai tubuh kita mulai memberi sinyal. Seperti yang diungkapkan dalam film, tubuh adalah alarm paling cerdas yang kita miliki.
Bagi Mila, sinyal itu muncul dalam bentuk masalah kulit. Namun, bagi banyak dari kita, bisa jadi itu adalah kecemasan (anxiety), nyeri kronis, atau berbagai gejala fisik lainnya.
Itu adalah cara tubuh kita berkomunikasi, mengingatkan kita untuk merefleksikan kembali cara kita menjalani hidup. Apakah ini hidup yang otentik, ataukah kita melakukannya demi persetujuan orang lain, demi mendapatkan cinta dari pasangan, atau demi tujuan-tujuan eksternal lainnya?
"A Normal Woman" membawa kita pada pemahaman baru tentang makna healing. Bukan hanya tentang perbaikan atau peningkatan tanpa henti, tetapi lebih kepada proses mendapatkan kembali, mengingat, dan mengumpulkan pecahan-pecahan acak dari kehidupan kita untuk melihat cermin yang sesungguhnya. Ini adalah perjalanan menuju penerimaan diri yang utuh, dengan segala kerumitan dan kerapuhannya.
Pesan Personal dari Mila: Pentingnya Otentisitas
Mila, sebagai karakter utama, mengajarkan kita pentingnya otentisitas. Dalam bahasa sederhana, otentisitas berarti mengenal siapa diri kita sesungguhnya.
Terutama bagi perempuan, dengan segala peran ganda yang seringkali dibebankan, menjadi otentik adalah sebuah tantangan. Menjadi seorang istri, ibu, anak, dan sekaligus berkarier bisa membuat kita lupa akan "perempuan" itu sendiri.
Marissa Anita, yang memerankan Mila, belajar banyak dari kisah karakter ini. Ia menyadari bahwa hidup adalah tentang memberi, tetapi pemberian itu harus datang dari tempat yang penuh.
"Ibarat pohon dengan akar yang kuat, kita harus memiliki fondasi diri yang kokoh agar bisa terus memberi tanpa merasa terkuras. Ini adalah analogi yang indah untuk mengingatkan kita agar tidak melupakan diri sendiri di tengah kesibukan melayani orang lain," tandas Marissa saat konferensi pers peluncuran film A Normal Woman, Rabu, 23 Juli 2025 di XXI Plaza Senayan, Jakarta.
Membangun Dunia yang "Tidak Normal" dalam Layar
Proses penulisan naskah yang dilakukan oleh Lucky dan Andri berawal dari observasi mendalam tentang bagaimana dunia saat ini menormalisasi banyak hal yang sebenarnya tidak sehat.
Dari tuntutan untuk memiliki rumah dan berhutang seumur hidup, hingga tekanan untuk terus-menerus mempresentasikan diri demi mengesankan orang lain. Semua ini menciptakan ilusi dimana kita melupakan batas antara realitas dan identitas sejati kita.
Desain produksi film juga mendukung pesan ini dengan sangat kuat. Studio tempat syuting dibangun dengan ruang-ruang yang kaku, langit-langit yang sedikit lebih rendah, menciptakan kesan "penjara" yang indah namun dingin. Ini adalah pilihan artistik yang disengaja untuk menunjukkan bahwa bahkan dalam lingkungan yang terlihat sempurna, kita bisa merasa terisolasi dan terpenjara jika kita tidak otentik.
Tantangan Akting yang Menyenangkan
Bagi Marissa Anita, memerankan Mila adalah tantangan yang menyenangkan. Karakter Mila yang kompleks dan penuh emosi menuntut pendalaman yang luar biasa.
Mila adalah representasi ekstrem dari seorang people pleaser, terutama fenomena yang banyak dialami perempuan. Ia terbiasa membentuk dirinya demi diterima dan dicintai, tanpa menyadari bahwa cinta sejati adalah tentang penerimaan diri apa adanya.
Melalui karakter Mila, kita diingatkan bahwa kita semua pernah mengalami situasi di mana kita harus "menyelamatkan" orang lain dengan mengorbankan diri sendiri.
"A Normal Woman" bukan hanya sebuah film, tetapi juga cermin yang mengajak kita merenung. Sudahkah kita menemukan kembali bagian-bagian diri yang hilang? Apakah kita sudah hidup se-otentik mungkin? Dan yang terpenting, apakah kita mendengarkan alarm yang diberikan tubuh kita?
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait
