JAKARTA, iNewsDepok.id - Imbas Polda Metro Jaya untuk membebaskan dua tersangka penggelapan dana perusahaan Arab Saud yakni AS dan SH warga negara India, melalui mekanisme restorative justice menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap iklim investasi di Indonesia. Perusahaan Arab Saudi tersebut diketahui telah menanamkan modal di Indonesia sejak tahun 2012.
Lebih lanjut, pembebasan dua tersangka WNA India, AS dan SH, melalui mekanisme restorative justice tersebut kuat dugaan tidak lepas dari adanya pengaruh politik dari salah satu partai berpengaruh.
Politikus Partai Gerindra yang juga seorang praktisi hukum, Lucky Schramm, menyampaikan pandangannya terkait pembebasan dua warga negara asing (WNA) asal India, AS dan SH. Menurutnya, pembebasan kedua tersangka melalui mekanisme restorative justice pada tahun 2023 itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan penggantian kerugian kepada pemilik perusahaan Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2012
“Ya ini berdampak karena tidak ada kepastian hukum sedangkan jumlah (kerugian perusahaan Arab Saudi) ya sangat besar. Akan menimbulkan ketakutan buat investor-investor yang akan masuk,” kata dia, Selasa,(6/5/2025).
Lebih lanjut, Lucky Schramm menilai pembebasan AS dan SH, dua tersangka penggelapan dana perusahaan Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia sejak 2012, melalui mekanisme restorative justice sebagai sebuah 'akrobat hukum
“Jangan sampai bersembunyi di balik RJ tapi merugikan salah satu pihak gitu, apalagi pihak korban,” papar dia.
Lucky pun berharap, adanya penyelesaian terkait pembebasan dua tersangka penggelapan dana perusahaan Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia sejak 2012 yakni WNA India AS dan SH. Pihak Polda Metro Jaya, tegas dia, harus bertanggung jawab agar ada kepastian hukum dalam kasus ini.
“Harus ada penyelesaian lebih jelas dari yang bertanggungjawab biar kepastian hukum disini ada,” papar Lucky.
Lucky pun mengingatkan, jika restorative justice hanya bisa digunakan untuk tindak pidana ringan. Tak hanya itu, Lucky menekankan, restorative justice juga hanya bisa diterapkan apabila ada kesepakatan kedua belah pihak termasuk dari sisi korban.
“Kalau gak ada itu ya gak bisa. Nah ini dipertanyakan saja kenapa sampai terjadi seperti ini,” pungkas dia.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait
