Dasar Lurah Koplak, Ikut-ikutan Bangun Dinasti Politik, Cara Teater Sastra UI Sentil Kondisi Bangsa

Tim iNews Depok
Dalam sebuah pertunjukan Teater Sastra UI berjudul 'Komedi Lurah Koplak: Lingsir, Lungsur, Longsor', Indonesia digambarkan dalam kondisi demokrasi yang masih dilanda oleh KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan ancaman politik dinasti.Foto: Ist

DEPOK, iNewsDepok.id - Dalam sebuah pertunjukan Teater Sastra UI berjudul 'Komedi Lurah Koplak: Lingsir, Lungsur, Longsor', Indonesia digambarkan dalam kondisi demokrasi yang masih dilanda oleh KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan ancaman politik dinasti.

Pertunjukan ini diadakan oleh Teater Sastra Universitas Indonesia (UI) di Auditorium Gd. IX FIB UI, Kampus UI, Depok pada Kamis (14/12) malam untuk merayakan ulang tahun ke-39.

Dengan cara memutarbalikkan logika dan mengungkap sisi gelap dari perilaku manusia, pertunjukan ini mengajak penonton untuk melihat sisi lucu dari diri sendiri sambil menyoroti berbagai praktik penyimpangan yang sering dianggap lumrah.

Cerita ini berlatar di desa Watu Koplak dan mengisahkan seorang lurah yang sibuk dengan upaya menjaga kelangsungan program kerja yang belum terselesaikan dengan berbagai cara, termasuk politik uang.

Dalam produksi yang ke-399 ini, Teater Sastra UI juga mengkritisi praktik sang Lurah yang mencoba menutupi kasus-kasus korupsi dan kolusi yang melibatkannya, sambil menjaga hubungan tersembunyi dengan kelompok pengusaha lokal yang menjadi sumber pendanaan.

Agar kekuasaannya tetap terjaga, sang Lurah menunjuk Sekdes yang sudah tua dan sakit sebagai penggantinya, dengan syarat harus mengangkat anaknya yang baru lulus SMA sebagai Sekdes berikutnya. Aturan pun diubah demi kepentingan sang Lurah dan kelompoknya.

Yudhi Soenarto, sutradara pertunjukan ini, menjelaskan bahwa tokoh Lurah Koplak merupakan simbol dari pemimpin yang rela melakukan apapun demi mempertahankan kekuasaannya. Dia menyampaikan pesan bahwa ada masalah dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang masih terikat dengan transaksi finansial.

Menurut Yudhi, demokrasi seharusnya bukan tentang pembayaran atau pertukaran uang, karena jika hal tersebut terjadi, bukan lagi demokrasi, melainkan lebih mirip perdagangan.

Sumber inspirasi cerita ini datang dari fenomena demokrasi yang terjadi di sekitar masyarakat. Harapannya, pertunjukan ini bisa menyadarkan publik bahwa demokrasi sejati bukanlah tentang memberi atau menerima uang.

Yudhi juga berharap bahwa meskipun perubahan budaya tidaklah mudah, pertunjukan ini setidaknya bisa menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa dalam menentukan pilihan politik, lebih baik memilih sesuai dengan nurani daripada terpengaruh oleh uang.

Ke depannya, kelompok teater berbasis kampus ini yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, dan alumni UI, berkomitmen untuk terus memproduksi pertunjukan teater yang aktual, kritis, dan bermutu tinggi.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network