JAKARTA, iNewsDepok.id – Berdasarkan penelitian yang dilakukan sepanjang tahun 2020–2023, Indonesia dinilai telah membuat kemajuan dalam proses transformasi pembelajaran.
Setelah dilingkupi krisis pembelajaran yang diperparah oleh pandemi COVID-19, pendidikan Indonesia perlahan mulai pulih kembali. Temuan tersebut dipublikasikan dalam buku Bangkit Lebih Kuat: Studi Kesenjangan Pembelajaran yang diluncurkan pada Selasa (26/9) di Jakarta.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, menyampaikan bahwa gotong royong adalah salah satu kunci utama keberhasilan Merdeka Belajar.
“Sejak awal, Merdeka Belajar memang dirancang sebagai gerakan, sehingga semua lapisan masyarakat terlibat dalam transformasi sistem pendidikan,” terang Menteri Nadiem.
Kegiatan peluncuran buku Bangkit Lebih Kuat: Studi Kesenjangan Pembelajaran, turut dihadiri oleh Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Stephen Scott.
Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa pemerintah Australia senang dapat bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
“Pemerintah Australia berkomitmen untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa semua anak Indonesia memiliki akses ke pendidikan yang berkualitas,” ujarnya.
Menurut Kepala BSKAP (Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan) Anindito Aditomo, buku Bangkit Lebih Kuat: Studi Kesenjangan Pembelajaran merangkum hasil kajian yang tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi juga relevan bagi Kemendikbudristek dalam mengambil kebijakan terkait transformasi pendidikan.
“Buku ini istimewa karena menyajikan hasil pembelajaran sebelum dan sesudah pandemi. Ini adalah salah satu dari sedikit kajian yang bisa melihat secara longitudinal dampak pandemi serta upaya pemulihannya. Sekaligus memvalidasi esensi dari Merdeka Belajar,” tuturnya seraya mengapresiasi hubungan kemitraan INOVASI dengan Kemendikbudristek yang telah berjalan dengan sangat baik.
Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) sebagai kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia, telah mendukung peningkatan mutu pendidikan dasar, khususnya pada bidang literasi dan numerasi sejak tahun 2016.
Dalam menjalankan kiprahnya, INOVASI menggandeng empat provinsi mitra yang meliputi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara.
Hasil studi bersama yang dilakukan Kemendikbudristek dan INOVASI selama tiga tahun terakhir menemukan fakta bahwa Kurikulum Merdeka berhasil mendorong terjadinya pemulihan pembelajaran setara dua bulan pembelajaran.
Hal tersebut dikarenakan karakteristik utama Kurikulum Merdeka yang mengedepankan pembelajaran yang menjawab kebutuhan setiap siswa. Selain itu, keunggulan dari Kurikulum Merdeka adalah metode pembelajaran yang holistic, meliputi asesmen diagnostik, pembelajaran berdiferensiasi, dan penyederhanaan konten dengan tujuan untuk menitikberatkan pada kemampuan dasar esensial seperti literasi dan numerasi.
Kepala BSKAP (Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan) Anindito Aditomo. Foto: Ist
Pada sesi diskusi bersama Mendikbudristek, Bupati Bulungan, Kalimantan Utara, Syarwani, mengatakan implementasi Kurikulum Merdeka tidak hanya membantu pemulihan pembelajaran tetapi juga mendukung lahirnya SDM unggul yang siap berkontribusi pada pembangunan daerah.
“Dengan menggunakan karakteristik Kurikulum Merdeka kami bisa memperkuat kompetensi literasi, numerasi, dan karakter anak-anak di Bulungan. Ketiga kompetensi ini adalah dasar dari keterampilan abad 21 yang dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan di masa depan,” jelasnya.
Berikutnya, Guru SD Inpres Rata, Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT, Stacia Alessandra Nau, mendukung penerapan Kurikulum Merdeka sebagai solusi atas hilangnya pembelajaran akibat pandemi.
“Ketika pandemi, di daerah kami terjadi learning loss. Pendidik harus datang ke rumah-rumah siswa (door to door). Kami terbantu ketika INOVASI datang ke sekolah untuk mendampingi kami. Kami memberikan pembelajaran kepada siswa diawali dengan asesmen diagnostik lalu kami berikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak. Lalu, kami membentuk kelompok belajar sesuai dengan level anak,” urai Tasya, sapaan akrabnya.
“Saat ini kami sudah menerapkan Kurikulum Merdeka karena kami diberi kebebasan untuk menerapkan pembelajaran yang relevan bagi anak,” imbuh Tasya.
Editor : Mahfud
Artikel Terkait