Terkait perencanaan, sebagian besar UMKM masih perlu meningkatkan kemampuan untuk memenuhi dan mengelola kondisi keuangan usaha. Contohnya dalam perencanaan untuk mendapatkan dana pinjaman tunai dalam keadaan darurat. Sebab, 53% UMKM belum memiliki estimasi ataupun tidak paham cara membuat estimasi anggaran, pendapatan, dana untuk usaha berjalan serta bagaimana mendapatkan dana darurat.
Akibat kesadaran perencanaan yang rendah tersebut, rata-rata UMKM Indonesia (50%) hanya memiliki dana cadangan yang dapat mendukung kegiatan operasional selama 1-4 bulan.
Rendahnya intensi UMKM Indonesia untuk mengajukan pinjaman usaha disebabkan oleh akses informasi ke lembaga keuangan dan jumlah atau nilai jaminan yang terbatas.
Tak hanya itu saja, masih banyaknya UMKM yang melakukan pencatatan keuangan secara tidak sistematis dan tidak rutin (52%) juga dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga penyedia kredit lainnya.
“Agar UMKM #BeraniNaikLevel, pebisnis dapat merevolusi cara pandang ketika mereka memulai bisnis, serta melakukan transformasi operasional finansial untuk menumbuhkan usaha. Sehingga tidak hanya sekadar modal niat dan mengejar keuntungan dengan instan, melainkan juga fokus pada pertumbuhan bisnis yang lebih berkelanjutan sejak dini,” tandas Heriwan.
Menurut Inggit Primadevi, Director NielsenIQ, anggapan kalau mau usaha itu modal nekat saja, masih banyak terjadi.
"Padahal sebenarnya, planning dan mitigasi itu sangat diperlukan. Kalau kita tidak punya planning, jika terjadi sesuatu seperti pandemi kemarin, bisnis indexnya rendah, usaha akan langsung hancur. Kalau modal nekat saja, tingkat kewaspadaan kita juga berkurang, nggak ada itu yang namanya ingin mengasuransikan bisnisnya ataupun karyawannya," ucap Inggit.
"Anak muda saat ini banyak yang melihat UMKM sedang berkembang. Namun kurikulum di Indonesia masih sangat sedikit. Nah, dengan adanya Nyala Bisnis ini, jadi ada motivasi dan kepercayaan diri anak-anak muda untuk masuk dunia usaha," ucap Inggit lagi.
Senada dengan Inggit, Febrina Stevani, Ketua Bidang 6 (UMKM, Ekonomi Kreatif, Pariwisata & Koperasi BPC HIPMI Jakpus), berpendapat program Nyala Bisnis ini memang betul-betul yang dibutuhkan oleh anak-anak muda yang ingin terjun menjadi pengusaha.
"Untuk berkembang itu tantangannya banyak. Nyala Bisnis ini cocok untuk UMKM. Mereka diedukasi untuk membuat planning. Jika terjadi force majeure seperti pandemi misalnya, plan-nya harus apa? Lewat digitalkah? Atau kedua-duanya, juga secara manual? Ataukah harus tutup dahulu untuk melakukan hal yang lainnya? Nah, lewat Nyala Bisnis ini mereka akan mendapatkan edukasi dan pendampingan. Tak hanya akses finansial tapi juga beyond bisnisnya," kata Febrina.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait