DEPOK, iNewsDepok.id - Berikut ini 8 permainan tradisional Sunda yang eduktif atau mengandung unsur mendidik. Permainan ini juga memiliki nilai positif dan filosofis.
Karakter permainan tradisional Sunda atau dalam bahasa Sunda disebut kaulinan barudak, berupa nilai-nilai kebaikan. Bahkan, permainan tradisional ini sangat bermanfaat bagi pengembangan karakter manusia.
Permainan tradisional Sunda ini mengandung nilai kejujuran, kedisiplinan, kepatuhan, keindahan, kebersamaan, toleransi, solidaritas, tenggang rasa, tanggung jawab, kepemimpinan, kesadaran, kearifan, kekuatan fisik, kreativitas, dan sportivitas.
Sayangnya, anak-anak jaman sekarang sudah sangat jarang memainkan permainan tradisional ini. Bahkan, beberapa permainan sudah nyaris punah dan ada yang sudah punah.
Permainan tradisional tergerus dengan permainan modern. Hal ini membuat anak-anak jaman sekarang semakin terasing dari lingkungan sosialnya.
Akibatnya, anak-anak lebih individualis dan cenderung berpikir instan. Berdasarkan penelitian karakter anak menjadi lebih cengeng dan kurang dapat bertenggang rasa.
Karena itu, yuk kita mengenal 8 permainan tradisional Sunda yang edukatif. Apa saja?
Berikut ini 8 permainan tradisional Sunda yang edukatif, baik yang masih bertahan maupun yang sudah punah, seperti dirangkum dari berbagai sumber pada Jumat (24/2/2023):
8 Permainan Tradisional Sunda
Jajangkungan
Permainan tradisional sunda jajangkungan. Foto: budaya Indonesia
Jajangkungan merupakan permainan tradisional Sunda yang masih bertahan hingga saat ini. Permainan yang juga memiliki nama egrang ini menggunakan galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu dari atas tanah.
Manfaat dari permainan jajangkungan melatih motorik dan keseimbangan anak. Permainan ini agak sulit memainkannya, tetapi jika rajin berlatih maka anak bisa mahir menggunakan jajangkungan.
Caranya, kedua kaki menginjak pijakan yang terdapat di masing-masing tongkat. Tangan kanan dan kiri memegangi tongkat itu. Setelah berhasil berdiri, pemain akan berjalan menggunakan tongkat tersebut.
Oray-orayan atau dalam bahasa Indonesia ular-ularan termasuk permainan tradisional Sunda yang paling digemari. Oray-orayan merupakan permainan tradisional dengan dialog dan nyanyian di antara pemain.
Permainan oray-orayan ini dilakukan oleh 5 sampai 10 anak. Oleh karena itu untuk memainkan oray-orayan ini membutuhkan area cukup luas, seperti di halaman rumah.
Saat bermain, anak-anak yang jadi peserta, saling memegang pundak teman di depannya. Anak yang berada di depan diartikan sebagai kepala ular dan bagian tengah tubuh, dan belakang ekor.
Mereka membentuk barisan satu kolom. Sambil berjalan, mereka menyanyikan nyanyian dengan syair sebagai berikut:
Oray orayan (Ular-ularan)
Luar leor mapay sawah (meliuk-liuk melalui sawah)
Tong ka sawah (jangan ke sawah)
Parena keur sedeng beukah (padinya sedang berisi)
Oray-orayan (ular-ularan)
Luar leor mapay leuwi (meliuk-liuk melalui kubangan air).
Tong ka leuwi (jangan ke kubangan air)
Di leuwi loba nu mandi (di kubangan air banyak yang mandi)
Oray-orayan (ular-ularan)
Oray naon, oray bungka, bungka naon, bungka laut (ular apa? Ular bungka. Bungka apa? Bungka laut).
Laut naon, laut dipa, dipa naon, dipandeuri. (Laut apa? Laut dipa).
Dipa apa? di pandeuri (di paling belakang atau ekor)
Setelah syair berakhir, sang kepala berusaha menangkap bagian ekor. Sementara sang ekor mengatur strategi sehingga akan tampak seperti seekor ular yang meliuk-liuk karena antara kepala dengan ekor seakan saling mengejar.
Yang harus menyesuaikan barisan adalah bagian tubuh ular karena tidak boleh putus. Hal ini membuat bagian tubuh seakan meliuk-liuk untuk mengikuti gerakan kepala dan ekor.
Dalam permainan ini tidak ada istilah pertandingan dan keuletan serta kalah menang. Yang ada hanyalah ketangkasan dan lebih didominasi oleh keceriaan serta gelak tawa para pemain.
Anjang-Anjangan
Permainan tradisional Sunda anjang-anjangan. Foto: dictio
Anjang-anjangan atau disebut juga anyang-anyangan termasuk permainan tradisional yang masih bertahan hingga saat ini. Anjang-anjangan adalah permainan yang biasa dimainkan oleh anak perempuan.
Anak perempuan yang memainkan anjang-anjangan ini berperan sebagai seorang ibu yang memasak. Namun memasak bohongan.
Peralatan yang digunakan pun bisa apa saja. Tetapi tidak sedikit pula yang membeli peralatan memasak berukuran kecil atau mini.
Misalnya aseupan (alat untuk mengukus), nyiru (tampah), hihid (alat untuk mengipasi nasi), boboko (tempat nasi), ayakan (saringan), dan kalakat (kukusan), kuali, wajan kecil, dan kompor mini.
Meski umumnya dimainkan anak perempuan, biasa anak laki-laki pun ikut dalam permainan ini walaupun bukan memasak. Anak laki-laki biasanya hanya ikut menyantap makanan bohongan yang dimasak oleh anak perempuan.
Gatrik
Permainan tradisional Sunda gatrik. Foto: Dictio
Permainan tradisional Sunda selanjutnya adalah gatrik. Permainan ini dalam bahasa Indonesia dan beberapa daerah lain disebut patil lele, benthi, dan tak kadal.
Permaiann yang memakai alat dari dua potongan kayu atau bambu berukuran sekitar 30 cm dan yang satunya berukuran lebih kecil untuk dipukul ke arah lawan.
Gatrik dimaikan oleh dua kelompok yang terdiri atas 2 sampai 4 orang. Untuk menentukan pemenang, dilihat dari skor baik penangkap maupun pemukul.
Permainan dimulai dengan kelompok pemukul memukul batang bambu atau kayu kecil dan terlempar.
Kelompok penangkap harus mampu menangkap batang bambu atau kayu yang dipukul. Jika bambu atau kayu yang terlempar tidak bisa ditangkap, sang pemukul mendapat nilai.
Jika si penangkap berhasil menangkap bambu kecil itu maka, mereka harus bertukar tempat. Permainan ini terdiri dari tiga babak permainan.
Untuk menentukan tim yang lebih dulu bermain sebagai pemukul, pemain harus melakukan suit atau melemparkan kayu gatrik pendek ke landasan di atas batu. Siapa yang melemparnya masuk atau paling dekat dengan batu landasan, akan menjadi tim pemukul.
Bebeletokan
Permainan tradisional sunda bebeletokan. Foto: lokal klik
Bebeletokan merupakan permainan tradisional Sunda yang masih bertahan hingga kini, meski tidak seintens zaman dulu. Alat permainan ini berupa pistol mainan dari bambu yang pelurunya dari daun-daunan atau kertas basah.
Bebeletokan juga dikenal anak-anak di daerah lain. Dalam memainkannya diperlukan keakuratan saat mengisi peluru dari daun atau kertas.
Pistol bambu itu memanfaatkan tekanan udara, sehingga tidak boleh ada celah saat mengisi pelauru daun atau kertas basah agar tekanan udara yang dihasilkan cukup maksimal.
Setelah kedua sisi ujung bambu terisi peluru, pemain akan menekannya menggunakan penyodok yang juga terbuat dari bambu. Jika tekanan udara maksimal, peluru yang terlontar akan menimbulkan bunyi, bletok, sehingga permainan ini disebut bebelotokan.
Biasanya, bebeletokan dimainkan oleh dua kelompok anak. Mereka membuat skenario permainan seperti saat perang di era revoluasi kemerdekaan.
Ada yang berperan sebagai pejuang, kelompok lain menjadi tentang Belanda. Mereka saling berhadapan dengan jarak sekitar enam meter.
Setelah aba-aba permainan dimulai. Mereka saling serang dengan akurasi tembakan pada badan dan kaki kelompok lawan.
Sebenarnya, tidak ada menang dan kalah dalam permainan. Yang lebih dominan adalah keceriaan dan gelak tawa. Setelah bermain bebeletokan, anak-anak dari dua kelompok akan kembali menyatu.
Perepet Jengkol
Permainan tradisional Sunda yang cukup digemari anak-anak pada masanya adalah perepet jengkol. Permainan ini dimainkan oleh empat anak.
Saat bermain perepet jengkol, biasanya anak laki-laki akan memainkannya dengan anak laki-laki pula. Begitu juga anak perempuan dengan anak perempuan juga, tapi tidak jarang bercampur baik laki-laki maupun perempuan.
Perepet jengkol dimainkan oleh tiga hingga empat anak dengan kaki para pemain saling mengait atau dianyam saling tindih. Tangan para pemain pun saling berpegangan.
Kemudian, mereka meloncat-loncat berputar ke arah kiri sambil tepuk tangan. Selain itu, para pemain juga menyanyikan lagu, perepet jengkol dan bertepuk tangan.
Keseimbangan anak terlihat pada kemampuan anak bertahan mengangkat sebelah kaki mereka. Permainan ini dibuat beberapa kelompok. Yang dapat bertahan lama, tidak terjatuh, dan tercerai berai adalah pemenangnya.
Berdasarkan penelitian, permainan ini hanya ada di Jawa Barat. Sebab, belum ditemukan permainan serupa di daerah lain.
Adapun syair perepet jengkol adalah: Perepet jengkol Jajahean Kadempet kohkol Jejeretean.
Hong Hongan
Sementara permainan tradisional Sunda yang nyaris punah adalah Hong hongan. Permainan ini hampir sama dengan permainan ucing sumput atau petak umpet.
Perbedaannya, hong-hongan menggunakan tiang sebagai tempat berdiam diri dan menutu mata sebagai penjaga tiang. Sedangkan ucing sumput tidak memerlukan media tiang.
Cara bermain, anak yang bertugas sebagai penunggu tiang berjaga agar tidak disentuh oleh teman-temannya bersembunyi. Dia juga mencari teman-temannya yang bersembunyi.
Saat menemukan temannya yang bersembunyi, sang penjaga harus cepat-cepat kembali ke tiang sambil berteriak, hong dan menyebutkan nama teman yang ditemukan itu.
Sebaliknya jika yang bersembunyi lebih dulu mencapai tiang dan menyebutkan cambal, anak yang telah di-hong-kan akan berlari untuk bersembunyi kembali.
Sementara, jika semua anak yang bersembunyi dapat di-hong-kan oleh sang penunggu tiang, selanjutnya orang yang pertama ditemukan harus menunggu tiang. Begitu seterusnya hingga anak-anak merasa sudah kecapaian atau bosan.
Bedil Sorolok
Permainan tradisional Sunda yang sudah ditinggalkan anak-anak zaman sekarang adalah bedil sorolok. Permainan ini menggunakan pelepak daun pisang.
Sebelum dimainkan, pelepah daun pisang dibentuk seperti senapan. Setelah itu bagian teratas diiris dengan ukuran tertentu. Biasanya dibuat tiga hingga empat irisan sejajar, selanjutnya bagian yang telah diiris itu diberdirikan.
Pemain kemudian memukul bagian irisan yang diberdirikan itu sekaligus sehingga berbunyi seperti senapan mesin. Bisa juga pemain menghentakkan irisan pelepah daun pisang yang diberdirikan. Karena berbunyi sorolok sehingga nama permainan ini disebut sorolok.
Itulah 8 permainan tradisional Sunda yang edukatif, baik yang masih bertahan maupun yang sudah punah. Anda pernah memainkan permainan yang mana?
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani
Artikel Terkait