Melindungi Anak dari Risiko TBC, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua

kartika
Mencegah penyakit TBC pada anak. Foto: Verywell

JAKARTA, iNewsDepok.id - Orang tua sebaiknya melindungi anak-anak dari risiko penyakit tuberkulosis (TBC). Bagaimana caranya?

dr Reisa Broto Asmoro, ahli kesehatan yang juga Duta Adaptasi Kebiasaan Baru mengungkapkan anak-anak merupakan kelompok berisiko paling tinggi terhadap penyakit TBC. Terlebih lagi bagi anak-anak yang usianya masih kecil seperti balita.

Penyakit yang cukup familiar di Indonesia ini bisa dicegah dengan vaksinasi, yakni pemberian vaksin BCG. Menurut dr Reisa, anak yang tidak divaksinasi dengan vaksin BCG lebih berisiko terhadap penyakit TBC.

"Vaksin untuk TB itu ada BCG, terlebih pada anak yang belum divaksinasi atau imunisasi BCG berisiko,” ucapnya.

Sebagai informasi, dikutip dari Alodokter, vaksin BCG atau Bacillus Calmette-Guerin adalah vaksin untuk mencegah TBC, yang berasal dari mycobacterium tuberculosis yang telah dilemahkan.

TBC disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis. Penyuntikan vaksin BCG ini akan membantu tubuh mengenal dan membentuk kekebalan terhadap bakteri ini.

Selanjutnya, seperti dikutip dari halodoc, imunisasi BCG wajib diberikan pada bayi yang pemberiannya segera setelah bayi lahir, hingga paling lambat sebelum bayi berusia 3 bulan. Pemberiannya hanya sekali seumur hidup.

Di samping, imunisasi BCG, dr Reisa juga mengingatkan pentingnya mencegah TBC pada anak-anak dengan kondisi tertentu.

“Kemudian juga hati-hati pada anak yang memiliki sistem kekebalan tubuh," kata dr Reisa, dalam siaran sehat di kanal YouTube RRI Net Official, mengutip dari Sindonews.com pada Selasa (16/8/2022). 

Selain itu, mereka yang kekurangan gizi atau gizi buruk, juga terinfeksi virus HIV hingga memiliki diabetes serta adanya kontak erat pada pasien atau orang mengidap TBC.

Menurut dr Reisa, kalau usia masih kecil karena balita kan berisiko sakit TBC lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya.

“Kemudian pada anak yang lain gizi buruk atau mengalami sakit parah seperti HIV atau diabetes, juga yang memiliki riwayat kontak erat dengan pasien TB lainnya," ujarnya.

Lebih lanjut dr Reisa mengungkapkan batuk COVID-19 dengan TBC memang hampir mirip. Oleh karena itu, perlu dilakukan testing COVID-19 untuk memastikan apa bedanya dari TBC.

"Selain dengan cara diagnosis, juga harus bisa dilakukan dengan PCR supaya bisa mengeliminasi apakah COVID-19 atau tidak," pungkas dr Reisa.

Editor : Kartika Indah Kusumawardhani

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network