JAKARTA, iNewsDepok.id - Teka teki tentang figur yang akan menjadi pejabat (PJ) gubernur DKI Jakarta pengganti Anies Baswedan setelah masa jabatan gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 itu selesai pada Oktober 2022, masih menjadi topik menarik yang dibahas oleh kalangan warga Jakarta.
Pasalnya, figur PJ itu dipercaya akan membawa dua konsekuensi, yakni akan membuat Jakarta menjadi lebih baik, atau justru mengalami kemunduran setelah tidak lagi dipimpin Anies.
Dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Jakarta Initiative dengan tema Quo Vadis Jakarta Paska Anies di kawasan Rawasari, Jakarta Pusat, Kamis (28/7/2022), Saiful Rahmat Dasuki, tokoh pemuda Jakarta, mengatakan, siapa figur yang akan menjadi PJ gubernur DKI Jakarta pengganti Anies telah diatur pada pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan bahwa penjabat merupakan orang yang ditunjuk untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, atau bupati dan wakil bupati, atau wali kota dan wakil wali kota yang berakhir masa jabatannya.
Siapa yang menunjuk PJ, dijelaskan pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelantikan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kelala Daerah yang menyatakan bahwa Penjabat Kepala Daerah adalah Pejabat yang ditetapkan oleh Presiden untuk Gubernur, dan Pejabat yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk Bupati dan Walikota untuk melaksanakan tugas.
"Karena PJ kepala daerah yang menentukan adalah Presiden dan Mendagri, ya mau tidak mau kita harus menerima," katanya.
Meski demikian, mantan Ketua GP Anshor DKI Jakarta ini mengingatkan tentang besarnya risiko penunjukkan PJ. Apalagi karena masa jabatannya lumayan lama, yakni 2 tahun.
Sebab, kata dia, kerja seorang kepala daerah mengacu pada RPJMD yang disusun berdasarkan jani-janji kampanyenya. Nah, RPJMD yang disusun Anies adalah RPJMD untuk masa dirinya menjabat, yakni RPJMD 2017-2022, sehingga ketika PJ mulai bekerja, dia tidak lagi memiliki RPJMD sebagai acuan.
"Bayangkan, seorang PJ yang bertugas selama dua tahun tidak memiliki RPJMD, sementara nilai APBD DKI 2022 mencapai Rp82,5 triliun dan tentunya akan bertambah pada tahun depan. Apa tidak riskan itu?" katanya.
Ia juga mengingatkan amanat UU Nomor 10 Tahun 2016 yang membuat publik tidak mengetahui siapa yang akan ditunjuk Presiden untuk menjadi PJ gubernur DKI Jakarta, sehingga warga Jakarta diibaratkan seperti akan mendapatkan kucing dalam karung.
Menurut dia, jika PJ yang diangkat presiden merupakan figur yang pro Anies, maka bisa jadi program-program dan janji Anies yang belum terselesaikan, akan dituntaskan.
Sebaliknya, jika yang ditujuk menjadi PJ adalah figur yang anti Anies, maka akan terjadi dua kemungkinan, yakni pembangunan-pembangunan yang telah dilakukan Anies menjadi stagnan, atau justru pembangunan yang dilakukan Anies dalam lima tahun, yang manfaatnya dirasakan masyarakat Jakarta, akan hancur hanya dalam dua tahun.
"Karena itu, menurut saya, penting bagi PJ yang nanti ditunjuk, mendatangani Pakta Integritas agar kinerjanya dapat dikontrol," tegasnya.
Teguh Santoso, ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), mengakui selama lima tahun memimpin Jakarta, Anies cukup keberhasilan. Bukan hanya dalam hal pembangunan fisik, tapi juga pembangunan mental.
"Saya kenal Pak Anies. Dalam melakukan sesuatu, dia lebih mengutamakan mental. Karena itu selama dia memimpin, Jakarta relatif lebih "tenang", tidak seperti pada kepemimpinan sebelumnya," kata dia.
Sementara Direktur Sinergi Generasi Muda (Sigma) Indonesia, Hendra Setiawan, mengakui, penunjukkan PJ rentan intervensi kepentingan politik, baik Pilpres maupun Pilkada 2024. Karenanya, ketentuan dalam UU bahwa PJ gubernur merupakan pejabat yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) madya harus diperjelas apakah dari internal Pemprov DKI atau Kemendagri.
Dalam FGD yang dikoodinatori Ghea Hermansyah dan dikatalisatori Adjie Rimbawan dan Jim Lomen Sihombing itu, para narasumber maupun peserta, sependapat bahwa PJ gubernur DKI Jakarta sebaiknya adalah figur yang paham tentang permasalahan Jakarta dengan segala lika-likunya.
Karena itu, mereka juga sepakat bahwa PJ gubernur DKI Jakarta hendaknya berasal dari lingkungan Pemprov DKI Jakarta (internal).
Seperti diketahui, di tangan Anies, wajah Jakarta tampil beda, karena menjadi lebih cantik dan lebih indah dengan penataan trotoar yang lebih lebar, taman-taman yang tertata dengan baik, moda transportasi yang diintegrasikan, sehingga tak lagi terlihat angkutan umum yang mangkal di tepi jalan, dan jembatan penyeberangan orang (JPO) yang beberapa diredesain menjadi spot-spot yang Instagramable sebagaimana JPO di Jalan Sudirman dan perempatan Senen.
Selain itu, Anies mampu membangun Jakarta International Stadium (JIS) yang digadang-gadang bakal menjadi ikon baru Jakarta, sukses menyelenggarakan Jakarta E-Prix 2022, dan lain sebagainya.
Anies juga tampil sebagai gubernur untuk semua umat beragama, sehingga tak ada penganut agama yang merasa diperlakukan berbeda, tidak seperti ketika Jakarta dipimpin Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok misalnya, yang membuat Ahok berkali-kali didemo umat Islam karena kebijakan-kebijakan yang dinilai tak ramah terhadap Islam.
Editor : Rohman
Artikel Terkait