Sengketa Kutus Kutus: Legal Standing Penggugat II Dipertanyakan, Belum Lahir saat Merek Didaftarkan
JAKARTA, iNews.id – Sengketa merek Kutus Kutus masih bergulir di pengadilan. Terungkap fakta bahwa Penggugat II belum lahir atau belum berdiri saat merek Kutus Kutus sudah dimiliki Tergugat sehingga legal standing dipertanyakan.
Sengketa merek Kutus Kutus berlangsung di PN Niaga Surabaya. Sidang perkara bernomor 9/Pdt.Sus-HKI/Merek/2024/PN Niaga Surabaya dipimpin Hakim Ketua Silfi Yanti Zulfia, S.H., M.H.
Selaku Penggugat I adalah Bambang Pranoto, sementara Penggugat II PT Kutus Kutus Herbal.
Adapun Tergugat, Fazli Hasniel Sugiharto, sebagai pemilik sah merek Kutus Kutus sejak 2014, Perkara ini menempatkan Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai pihak turut tergugat.
Kutus Kutus adalah minyak balur yang diproduksi di Bali. Sengketa merek ini merupakan sengketa keluarga. Bambang Pranoto selaku Penggugat adalah ayah sambung dari Tergugat Fazli Hasniel Sugiharto.
Bambang Pranoto menikahi ibu Tergugat, Lilies Susanti Handayani, saat Tergugat Fazli Hasniel Sugiharto masih kecil.
Kepada wartawan di Jakarta hari ini, Rabu (19/3/2025), Dr. Ichwan Anggawirya, S.H., M.H, dari Master Lawyer sebagai kuasa hukum tergugat Fazli Hasniel Sugiharto menyatakan telah menyampaikan bukti tambahan dalam persidangan.
”Kami menemukan fakta mengejutkan, bahwa Penggugat II belum ada atau belum berdiri saat merek Kutus Kutus didaftarkan dan dimiliki secara sah oleh klien kami, Fazli Hasniel Sugiharto,” kata Ichwan.
Menurut Ichwan, Penggugat II baru berdiri pada tahun 2019 dan mengajukan pendaftaran merek dan logo yang identik dengan merek milik Tergugat pada tahun 2024. Padahal Tergugat sudah memiliki merek Kutus Kutus yang terdaftar resmi sejak 10 tahun sebelumnya yakni pada tahun 2014.
"Logikanya, bagaimana mungkin Penggugat II yang baru berdiri pada 2019 bisa mengklaim sebagai pemilik merek yang sudah terdaftar sejak 2014? Ini adalah kejanggalan besar yang semakin memperkuat posisi hukum Tergugat,” tegas Ichwan seraya menyebut legal standing Penggugat II dipertanyakan.
Atas dasar ini, tutur Ichwan, Tergugat telah melayangkan somasi kepada Penggugat II karena mengajukan permohonan merek yang bukan miliknya, melainkan merek yang telah lebih dulu terdaftar atas nama Tergugat.
Selain terungkapnya fakta Penggugat II belum berdiri saat merek sudah jauh-jauh hari dimiliki tergugat, Ichwan menyatakan ada kontradiksi besar antara Penggugat I dan Pengugat II.
Ichwan menyebut Penggugat I Bambang Pranoto, sebelumnya pernah secara terbuka menyatakan bahwa dia sudah tidak membutuhkan merek Kutus Kutus. Namun, justru Penggugat II, PT Kutus Kutus Herbal, mengajukan permohonan merek Kutus Kutus pada 24 September 2024.
”Ini sebuah kejanggalan, ada kontradiksi besar antara Penggugat I dan Penggugat II dalam permohonan tersebut,” tutur Ichwan.
Penggugat I, tutur Ichwan, juga telah mengetahui status pendaftaran merek tersebut dalam kurun 10 tahun terakhir tanpa mengajukan keberatan hukum sebelumnya.
Hak Merek Bukan Sekadar Klaim, Harus Dapat Dibuktikan
Ichwan menegaskan dalam persidangan, belum ditemukan bukti bahwa Penggugat pernah membuat merek dan logo Kutus Kutus.
Terkait hal tersebut, Ichwan menjelaskan dalam konteks Hak Kekayaan Intelektual, termasuk merek, penting untuk membedakan antara hak atas merek dan objek merek. Hak atas merek adalah kepemilikan yang bersifat tidak berwujud (intangible) dan memberikan perlindungan hukum kepada pemiliknya.
”Namun objek merek, yaitu tanda atau simbol yang digunakan sebagai identitas dagang, harus dapat ditampilkan secara grafis agar dapat didaftarkan dan dilindungi secara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Merek," urai Ichwan.
Dengan demikian, lanjut Ichwan, jika Penggugat mengklaim sebagai pemilik merek, maka dalam proses hukum klaim tersebut perlu didukung dengan bukti yang menunjukkan bahwa mereka telah membuat dan memiliki merek tersebut sebelum didaftarkan oleh Tergugat.
”Dalam sidang hingga saat ini belum ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa Penggugat I maupun Penggugat II telah membuat, memiliki, atau mendaftarkan merek dan logo yang diklaim sebagai miliknya sebelum pendaftaran oleh Tergugat pada tahun 2014,” kata Ichwan.
"Dalam hukum, semua harus dapat dibuktikan. Tidak bisa sekadar klaim atau permainan bahasa marketing. Jika ada unsur meniru, menjiplak, atau mengikuti, itu harus dibuktikan dengan jelas sesuai Pasal 21 ayat (3) UU Merek," jelas Ichwan.
Klaim Peracik Tak Relevan dengan Sengketa Merek
Ichwan juga menyoroti klaim Penggugat I yang menyebut dirinya sebagai penemu ramuan Kutus Kutus. Menurutnya, klaim tersebut tidak memiliki relevansi dalam sengketa merek, karena temuan ramuan masuk dalam rezim hukum paten atau rahasia dagang, bukan hak merek.
Terkait klaim tersebut, Ichwan menyatakan telah menghadirkan bukti dan saksi yang menunjukkan bahwa ramuan ini adalah rahasia keluarga.
Ibu dari Tergugat yang bernama Lilies Susanti Handayani, memiliki peran besar dalam usaha keluarga ini. Menurut Tergugat, peran Lilies tidak sepenuhnya disebutkan dalam klaim yang diajukan oleh Penggugat.
Ichwan menyatakan masih terdapat bukti lain yang belum disampaikan dalam sengketa ini dan akan menjadi bagian dari pertimbangan dalam langkah hukum selanjutnya, sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Sementara itu kuasa hukum Penggugat, Elsiana Inda Putri Maharani, S.H., M.Hum dari kantor hukum K&K Advocates saat dimintai tanggapan wartawan menyatakan akan mengikuti semua tahapan persidangan.
"Kami tetap pada gugatan bahwa ini yang menemukan dan meracik adalah Pak Bambang Pranoto sejak 2011," kata Elsiana.
Editor : M Mahfud