DEPOK, iNews Depok. id - Kekhawatiran warga Depok terkait dampak lingkungan dari pengoperasian insinerator sampah yang berdekatan dengan permukiman serta fasilitas umum, seperti sekolah dan area perdagangan, mencuat. Polemik ini mengemuka dalam acara bedah gagasan pemimpin Depok di Auditorium Mochtar Riyadi, Gedung FISIP UI, Jumat (8/11/2024).
Athar Hisam, mahasiswa FISIP UI, menyampaikan kegelisahannya atas potensi polusi dan kemacetan yang ditimbulkan insinerator di Jalan Merdeka, Sukmajaya, Depok. Menurut Athar, lokasi insinerator yang begitu dekat dengan permukiman tidak ideal dan telah menimbulkan keresahan warga di berbagai forum komunitas.
"Masih banyak kekhawatiran sampai detik ini, di grup RT dan RW masih pada membahasnya. Dampaknya juga bisa menimbulkan kemacetan akibat distribusi sampah setiap hari," ungkap Athar.
Merespons keluhan tersebut, calon wakil wali kota Depok nomor urut 2, Chandra Rahmansyah, yang didampingi calon wali kota Supian Suri, berjanji akan melakukan kajian ulang terhadap keberadaan insinerator di Depok jika terpilih dalam Pilkada mendatang.
Chandra menegaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021, insinerator seharusnya berjarak minimal 300 meter dari permukiman.
“Insinerator, minimal jaraknya harus 300 meter dari permukiman. (Kalau jaraknya hanya 200 meter, bahkan lebih dekat) itu menurut saya sudah melanggar aturan. Pengelolaan sampah, itu harus dilihat dulu jenis sampahnya, termasuk jenis dan volume sampah yang dikelola,” ujar Chandra.
Lebih lanjut, Chandra menjelaskan bahwa dominasi sampah organik di Depok, yang mencapai 62 persen menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), tidak ideal untuk diolah dengan insinerator, karena mengandung kadar air yang tinggi.
Selain itu, Chandra menyoroti bahwa insinerator seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam pengelolaan sampah, mengingat emisi gas rumah kaca dan pencemaran dioksin yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
“Saat ini kita menghadapi krisis iklim, yang juga berdampak pada krisis air dan berbagai sumber daya lainnya. Pembakaran sampah dengan insinerator menghasilkan gas berbahaya, termasuk dioksin, yang memiliki dampak buruk jika terpapar kepada manusia,” jelas Chandra.
Ia membandingkan dengan negara maju seperti Jepang dan Singapura, yang menggunakan insinerator generasi ketiga dan keempat, dilengkapi dengan teknologi kontrol polusi udara canggih dan mahal, sesuatu yang belum tersedia di Indonesia.
“Kami akan mengkaji ulang keberadaan insinerator ini dari segi aspek lingkungan dan kesehatan masyarakat," tambah Chandra.
Melalui janji kajian ulang ini, pasangan Supian-Chandra berharap bisa meredakan keresahan warga sekaligus menciptakan solusi pengelolaan sampah yang lebih aman dan berkelanjutan untuk masyarakat Depok
Editor : Mahfud