Tradisi Aneh Sky Burial di Tibet, Jenazah Manusia Sengaja Dipotong untuk Dimangsa Burung Nasar

JAKARTA, iNewsDepok.id - Tradisi aneh yag bernama tradisi Sky Burial di Tibet dan Mongolia. Dalam tradisi ini jenazah manusia sengaja dipotong untuk dimangsa burung nasar.
Bagi sebagian orang, pemakaman adalah proses yang sakral dan harus dilakukan dengan hormat. Namun, bagi masyarakat Tibet dan Mongolia, pemakaman adalah cara untuk berbagi dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki tradisi pemakaman yang disebut Sky burial atau Jhator.
Melansir dari Tibetan Buddhist Encyclopedia, Sky burial adalah praktik pemakaman di mana jenazah manusia dipotong-potong di tempat terbuka dan dibiarkan dimakan oleh burung-burung pemakan bangkai, terutama burung nasar. Praktik ini dilakukan di provinsi-provinsi China seperti Tibet, Qinghai, Sichuan, dan Mongolia Dalam, serta di Mongolia, Bhutan, dan sebagian India seperti Sikkim dan Zanskar.
Menurut tradisi Buddha Vajrayana yang dianut oleh mayoritas masyarakat Tibet dan Mongolia, roh manusia akan berpindah setelah kematian. Oleh karena itu, tubuh tidak perlu diawetkan, melainkan diserahkan kepada alam. Burung-burung yang memakan jenazah dianggap sebagai pembawa berkah dan kebaikan.
Selain alasan religius, sky burial juga dipengaruhi oleh faktor geografis dan ekonomis. Sebagian besar wilayah Tibet dan Mongolia adalah dataran tinggi yang keras dan beku, sehingga sulit untuk menggali kuburan. Tanah yang subur juga harus dipertahankan untuk pertanian. Pemakaman tanah, oleh karena itu, hanya dilakukan untuk orang-orang yang meninggal karena penyakit dan dianggap tidak bersih untuk sky burial.
Di sisi lain, kayu juga sangat langka di ketinggian tertentu, sehingga tidak cukup untuk melakukan banyak kremasi. Kremasi, oleh karena itu, hanya dilakukan untuk lama (pemimpin atau pendeta) atau orang-orang terkemuka lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, kremasi menjadi lebih umum untuk semua kalangan berkat kemajuan teknologi modern.
Masih melansir dari Tibetan Buddhist Encyclopedia, Sky burial biasanya dilakukan di tempat-tempat yang disebut Charnel ground, yaitu tempat pemotongan dan penyerahan jenazah. Proses sky burial melibatkan beberapa tahap, yaitu:
Sky burial adalah tradisi pemakaman yang unik dan menarik perhatian banyak orang. Namun, sky burial juga merupakan ritual yang sakral dan penuh makna bagi masyarakat Tibet dan Mongolia. Oleh karena itu, sky burial tidak boleh dianggap sebagai atraksi wisata atau objek fotografi. Para wisatawan yang ingin menyaksikan sky burial harus menghormati adat dan aturan yang berlaku, serta tidak mengganggu prosesnya.
Reaksi warganet terhadap tradisi pemakaman ini sangat beragam. Beberapa menghargai pendekatan yang mendalam terhadap alam dan alam semesta yang dianut oleh Tibet dan Mongolia dalam tradisi Sky Burial. Mereka melihatnya sebagai bentuk penghormatan terhadap siklus kehidupan dan kematian yang alami. Namun, ada juga reaksi yang lebih skeptis atau terkejut dari warganet yang mungkin kurang familiar dengan tradisi ini.
“Ini keren banget. Mereka berbagi dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Mereka tidak takut mati karena percaya roh mereka akan berpindah. Mereka juga hemat dan ramah lingkungan. Salut deh," tulis akun @dewi_rahma di Twitter.
"Serem ah. Bayangin aja jenazah dipotong-potong terus dimakan burung. Kasihan banget. Apa nggak ada cara lain yang lebih manusiawi? Ini kan nggak hormat sama mayat. Nggak tega lihatnya," komentar akun @rizky_fadilah di Instagram.
"Menurut saya, ini salah. Jenazah itu harus dikubur atau dikremasi dengan baik. Ini kan tubuh ciptaan Tuhan. Harusnya dihormati dan disucikan. Ini kan melanggar agama. Harusnya dilarang," saran akun @fajar_pratama di Facebook.
Meskipun kontroversi dan beragamnya reaksi terhadap tradisi Sky Burial, penting untuk memahami bahwa budaya dan tradisi setiap masyarakat memiliki cara unik untuk menghormati dan mengelola kematian. Dalam hal ini, Tibet dan Mongolia mempertahankan tradisi yang menekankan hubungan yang mendalam dengan alam dan penghormatan terhadap siklus alam semesta.
Editor : M Mahfud