JAKARTA, iNewsDepok.id - Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), setiap harinya kehidupan dan aktivitas manusia menghasilkan volume timbunan sampah sebanyak 71,688.84 ton, dengan volume sampah plastik menduduki peringkat kedua terbanyak setelah sampah sisa makanan.
Seolah belum cukup banyak beban dan dampak buruk lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik, kini kita harus menghadapi tantangan baru dalam wujud turunannya, yaitu sampah mikroplastik yang tidak kalah membahayakannya bagi lingkungan dan keberlangsungan kehidupan seluruh makhluk.
WWF-Indonesia Footprint Lead, Tri Agung Rooswiadji, menjelaskan, “Sampah mikroplastik merupakan fragmen kecil plastik dengan ukuran kurang dari 5 milimeter. Mikroplastik umumnya terbagi dalam dua jenis, yaitu mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder. Mikroplastik primer adalah mikroplastik yang sengaja diproduksi dalam bentuk kecil (mikro). Sedangkan, mikroplastik sekunder merupakan mikroplastik hasil degradasi dari plastik yang berukuran lebih besar yang tercecer di lingkungan dan kemudian berubah bentuk. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi suhu tinggi, sinar matahari, limpasan air, angin, dan organisme pendegradasi plastik. Mikroplastik umumnya dilepaskan selama produksi, penggunaan, dan pembuangan produk-produk plastik, sehingga bisa dikatakan tidak ada satu tempat pun yang terbebas dari partikel mikroplastik yang sangat kecil. Mereka menyebar dari rumah tangga-rumah tangga hingga ke kedalaman terjauh laut dalam.”
Lebih lanjut, Tri menjabarkan, bahwa sampah mikroplastik berasal dari berbagai sumber, termasuk limbah industri, pembuangan sampah yang tidak sesuai, dan degradasi plastik yang lebih besar. Ukurannya yang super kecil, membuat sampah jenis ini lebih mudah menyebar ke berbagai lingkungan, termasuk perairan dan tanah di Indonesia.
Program Plastic Smart Cities WWF, dalam penelitian Audit Merek Sampah Plastik pada Sungai Ciliwung di Jakarta, Bogor, Depok yang dilakukan bersama dengan Ecoton pada tahun 2022 lalu, menemukan kelimpahan mikroplastik di perairan Sungai Ciliwung dengan rata-rata sebanyak 4,55 partikel/liter. Fakta ini berkebalikan dari target pemerintah yang tertera pada lampiran 6 PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang PPLH yang menyebutkan bahwa baku mutu sungai harus “Nihil Sampah”.
Penelitian tersebut dilakukan di 14 titik sepanjang jalur hulu ke hilir Sungai Ciliwung, yaitu Mata Air Kahuripan, Mata Air Cikemas, dan Wisata Saat Bogor di Kabupaten Bogor; Baranangsiang dan Bendungan Katulampa di Kota Bogor; Jembatan Panus, Kampung Utan, dan Mata Air Dekat KCD di Depok; Sekolah Sungai Jagakarsa, Bidara Cina, Tugu Tani, Pintu Air Manggarai, Kota Tua, dan Ancol di DKI Jakarta.
Plastic Smart Cities merupakan inisiatif yang diluncurkan oleh World Wide Fund for Nature (WWF) untuk mendorong kota-kota di dunia menghentikan kebocoran sampah plastik ke alam.
Plastic Smart Cities mengajak pemerintah kota untuk melakukan tindakan nyata di tingkat kota, bekerjasama erat dengan warga masyarakat, pemerintah provinsi dan kota, sektor swasta, institusi akademik, dan lembaga internasional, dengan tujuan untuk menghilangkan terjadinya kebocoran sampah plastik ke alam pada tahun 2030.
Bahaya Mikroplastik
Lalu, apa sajakah bahaya mikroplastik bagi lingkungan dan kehidupan? Yuk, simak beberapa penjelasan berikut!
1. Kerusakan ekosistem laut: Sampah mikroplastik dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut. Organisme seperti ikan, burung laut, dan mamalia laut seringkali mengira mikroplastik sebagai sumber makanan dan memakan partikel tersebut. Hal ini dapat mengganggu sistem pencernaan mereka, menyebabkan gangguan reproduksi, dan bahkan menyebabkan kematian.
2. Pencemaran perairan: Mikroplastik juga mencemari perairan di Indonesia. Partikel-partikel plastik ini menumpuk di sungai, danau, dan pantai, merusak keindahan alam dan keanekaragaman hayati.
Mikroplastik yang telah terakumulasi di lingkungan akan memengaruhi kesehatan lingkungan serta biota yang ada di dalamnya karena dapat menyerap dan mengangkut bahan kimia beracun di lingkungan menuju rantai makanan manusia.
Para peneliti bahkan menemukan bahwa mikroplastik polipropilena akan dengan mudah menyerap senyawa organik hidrofobik atau terkontaminasi oleh polutan organik persisten (POP).
3. Membahayakan kesehatan manusia: Karena mikroplastik dapat mengangkut bahan kimia beracun menuju rantai makanan, maka tentunya secara otomatis dapat mengontaminasi makanan yang dikonsumsi oleh manusia dan memberi dampak negatif pada kesehatan.
Selain itu, kontaminasi mikroplastik juga dapat terjadi melalui udara. Paparan jangka panjang terhadap mikroplastik dapat menyebabkan penyakit gangguan hormonal, peradangan, dan masalah pernapasan.
Pada Ibu hamil, paparan mikroplastik dapat menyebabkan berkurangnya berat testis pada calon bayinya, merusak sel epitel pada reproduksi dan penurunan jumlah sperma.
4. Mendorong perubahan iklim. Di udara, mikroplastik yang berterbangan mampu mendorong nukleasi es. Mikroplastik pada atmosfer juga dapat menangkap radiasi inframerah dari permukaan bumi dan mendorong pembentukan awan serta perubahan iklim.
Mikroplastik di udara juga diketahui telah menembus salju di gletser, sehingga berpotensi berdampak pada penyerapan cahaya. Melalui fenomena tersebut, mikroplastik dapat menembus serta memengaruhi lapisan es yang dilepaskan ke sungai dan Samudra Arktik dengan mempercepat pencairan lapisan es.
Mulai dari Kebiasaan Kecil
Untuk menangani masalah mikroplastik, secara prinsip tentunya sama halnya seperti menangani masalah sampah pada umumnya, yaitu harus dimulai dari diri sendiri melalui kebiasaan maupun pilihan-pilihan produk yang baik dan bertanggung jawab.
Beberapa hal yang dapat kita lakukan antara lain:
1. Kurangi penggunaan benda plastik sekali pakai
2. Sebisa mungkin hindari abrasi karet dan plastik. Hal ini dapat dimulai dengan memilih sepatu atau ban dengan sol berbahan karet alami. Sayangnya, banyak sol sepatu berbahan karet alami seringkali dicampur dengan karet sintetis sehingga dapat menimbulkan polusi mikroplastik juga
3. Sebisa mungkin menghindari pakaian atau benda lain yang terbuat dari material yang sintetis seperti wewangian sintetis, sapu sintetis, dan sebagainya. Sebaliknya, usahakan beralih ke material yang lebih alami
4. Hindari minyak berbasis petroleum, seperti kerosin, seresin, dan petrolatum
5. Gunakan lap yang agak basah ketika membersihkan rumah dari debu untuk mengurangi potensi mikroplastik terlepas ke udara
6. Jangan beralih ke benda-benda berbahan bioplastic. Bagaimanapun, bahan ini tidak termasuk dalam kategori sampah organik atau kompos, mereka hanya akan membusuk dengan bantuan fasilitasi pengomposan. Sehingga ketika mereka kembali ke alam, mereka juga akan menghasilkan mikroplastik dan memiliki dampak negatif yang hampir sama besarnya seperti plastik pada umumnya
7. Hindari benda-benda dengan pelapisan plastik, karena sejatinya manusia banyak menggunakan benda-benda sehari-hari yang berukuran kecil dan memiliki lapisan plastik di bagian luar, seperti cotton bud, tissue basah, dan lain-lain.
“Mikroplastik kini telah menjadi masalah yang serius yang harus kita tanggulangi bersama. Dampak negatifnya terhadap ekosistem laut, perairan, manusia, dan iklim sangat besar. Untuk itu, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor industri dalam mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, meningkatkan pengelolaan sampah yang baik, dan mengembangkan solusi alternatif yang ramah lingkungan. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat melindungi lingkungan di Indonesia dari bahaya sampah mikroplastik dan mewariskan alam yang bersih dan sehat kepada generasi mendatang,” tutup Tri.
Editor : M Mahfud