DEPOK, iNewsDepok.id - Setara Institute kembali merilis laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022, dan Kota Depok menjadi kota terendah kedua dalam hal toleransi setelah Kota Cilegon. Kota Cilegon berada di peringkat ke-94 dan Depok berada di peringkat ke-93. Laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 ini merupakan hasil penilaian untuk melihat praktik toleransi yang ada di kota-kota di Indonesia.
IKT ini menunjukkan baseline dan status kinerja pemerintah kota dalam mengatur kerukunan, toleransi, wawasan kebangsaan dan inklusi sosial.
Namun, Wali Kota Depok Mohammad Idris, menyangkal hasil riset yang menobatkan Depok sebagai salah satu kota paling tidak toleran. Menurutnya, Depok adalah kota yang damai.
Wali Kota Depok, Mohammad Idris. Foto: Tangkapan Layar Instagram @idrisashomad
Sebelumnya, SETARA Institute telah merilis daftar kota paling toleran dan tidak toleran di Indonesia. Pada laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 yang dirilis pada Kamis (06/04/2023) tersebut, terdapat 94 dan 98 kota Indonesia yang tercantum. Penilaian pun dilakukan dengan empat variabel, yakni regulasi pemerintah kota, regulasi sosial, tindak pemerintah, dan demografi keagamaan.
Hasilnya, Cilegon merupakan kota paling tidak toleran dengan skor akhir 3,227. Sementara itu, Depok menempati posisi kedua kota paling tidak toleran dengan skor 3,610. Dari perkembangan keempat variabel tersebut, Cilegon dan Depok sama-sama memperoleh skor rendah, yakni 2,0, pada indeks inklusi soal keagamaan.
Hal itulah yang juga diprotes oleh sang wali kota.
Idris pun mencontohkan kasus yang dianggap berkaitan dengan skor tersebut, yakni penyegelan Masjid Ahmadiyah. Menurutnya, hal itu tidak cocok dikaitkan dengan intoleransi dalam beragama.
"Misalnya penyegelan Masjid Ahmadiyah, ini dianggap sebagai sebuah kasus yang intoleran. Ini harus dipertanyakan apakah memang demikian? Karena kami melakukan penyegelan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Idris.
Terlebih, Idris menyebut penyegelan Masjid tersebut sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyebut Ahmadiyah sebagai aliran sesat.
"Dari situ kami menjaga. Untuk menjaga mereka, kami segel. Kalau itu dijadikan sebuah bukti intoleran, maka kami pertanyakan.” tambahnya.
Walau begitu, SETARA Institute belum kembali memberi konfirmasi apakah kasus itu merupakan salah satu penyebab rendahnya skor tersebut.
Di sisi lain, hasil riset tersebut juga mengurutkan kota paling toleransi di Indonesia. Di posisi teratas, terdapat Singkawang yang memiliki skor 6,583.
Kemudian, urutan tersebut diikuti oleh Salatiga (skor 6,417), Bekasi (skor 6,080), Surakarta (skor 5,883), serta Kediri (5,850).
Editor : M Mahfud