get app
inews
Aa Text
Read Next : Pilkada Depok: Bertemu Kalangan Gen Z dan Milenial Depok, Imam Budi Hartono Paparkan Creative Hub

Berkat Pendidikan, 5 Ribu Keturunan Belanda Depok Hidup Sejahtera hingga Kini

Kamis, 09 Februari 2023 | 17:39 WIB
header img
Ketua Bidang Sejarah Kepengurusan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Boy Loen. Foto: iNewsDepok/Insan Sujadi

JAKARTA, iNewsDepok.id – Ketua Bidang Sejarah Kepengurusan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Boy Loen, mengungkapkan bahwa sekitar 5 ribu keturunan budak pribumi belian Cornelis Chastelein tersebar dan menetap di Depok hingga tahun 2023.

“Kalau menurut saya sekitar 5 ribu. Semuanya berlokasi di Depok,” ujar Boy saat ditemui oleh tim iNews Depok.

Data yang diungkapkan oleh Boy tersebut merupakan hasil sensus penduduk tahun 2020. Boy menambahkan bahwa sebagian kecil keturunan budak Chastelein juga tersebar di kota-kota lain, seperti Bandung, Cirebon, Surabaya, dan Medan.

Seluruh keturunan budak Chastelein hingga saat ini, yang dikenal dengan sebutan Kaum Depok atau Belanda Depok, menekuni beragam profesi demi meningkatkan taraf hidup masing-masing. Kebebasan yang mereka nikmati itu tidak terlepas dari keputusan progresif Chastelein untuk mengajarkan kemampuan membaca dan menulis kepada 150 budaknya sekitar tahun 1700.

Kala itu, 2 orang budak Chastelein yang telah menguasai kemampuan baca-tulis diperintahkan untuk mengajar para budak lainnya setiap sore, setelah mereka menyelesaikan tugas-tugas perkebunan. Lokasi pengajaran mereka adalah lahan yang kini ditempati oleh GPIB Immanuel Depok.

Karena alasan kemudahan, media baca yang digunakan saat itu adalah Bibel. Secara historis, penggunaan Bibel dalam pengajaran pribumi sesuai dengan prinsip Gold, Glory, Gospel (3G), sebuah semboyan yang mendasari penjelajahan samudera oleh bangsa-bangsa Eropa sejak abad ke-15 Masehi.

“Kalimat pertama dari Bibel (yang diterjemahkan) ke dalam Bahasa Indonesia adalah Kitab Kejadian 1 Ayat 1. Karena media bacanya itu (Bibel), mereka baca sampai habis,” tutur Boy.

Barulah setelah menguasai kemampuan baca-tulis, para budak mempelajari cara berorganisasi dan bermasyarakat di bawah kepemimpinan seorang tangan kanan Chastelein. Boy lmengatakan bahwa kebijakan Politik Etis (Etische Politiek) yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda memberi keleluasaan bagi mereka untuk menanam berbagai komoditas perkebunan dan menentukan sendiri harga jualnya.

Seiring berjalannya waktu, keinginan Chastelein untuk terus menentang perbudakan oleh Belanda terhadap kaum pribumi di Indonesia berujung pada pembebasan 150 budaknya. Tanah yang telah dibelinya pun dihibahkan kepada mereka. Boy menilai keputusan ini sebagai hal yang luar biasa.

“Itu sangat luar biasa. Dari posisi budak, posisi yang paling rendah, tiba-tiba menjadi pemilik tanah. Dan dalam sejarah dunia belum pernah terjadi seperti itu. (Chastelein) hanya satu-satunya,” paparnya.

Editor : M Mahfud

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut