NEWYORK, iNewsDepok.id - Mengapa manusia mampu mengingat? Pertanyaan tersebut dipertanyakan para ilmuwan dan untuk kemudian melakukan penelitian selama bertahun-tahun.
“Selama beberapa dekade, para ilmuwan bertanya-tanya bagaimana dan di mana otak mengkodekan ingatan sementara itu,” ungkap Asisten Profesor Psikologi dan Ilmu Saraf di Florida State University, Derek Nee.
Setelah melakukan penelitian bertahun-tahun, akhirnya misteri kode rahasia yang ada di otak manusia yang digunakan otak untuk membuat jenis kunci memori berhasil dipecahkan oleh para ilmuwan, melansir Live Science pada Senin (28/11/2022).
Jenis memori yang disebut memori kerja ini adalah yang memungkinkan orang untuk sementara menyimpan dan memanipulasi informasi untuk waktu yang singkat.
Seseorang menggunakan memori kerja, misalnya ketika sedang mencari nomor telepon dan kemudian secara singkat mengingat urutan angkanya. Bisa juga ketika seseorang menuju restoran favorit dan mengingat lagi lokasi jalannya.
Nee mengungkapkan dalam teori alternatif ini, memori kerja pada dasarnya adalah fenomena yang muncul ketika representasi sensorik dan motorik disimpan saat kita menghubungkan masa lalu ke masa depan.
Berdasarkan teori ini, sel-sel otak yang sama menyala ketika Anda pertama kali membaca nomor telepon seperti yang dilakukan ketika Anda membaca nomor itu lagi dan lagi dalam memori kerja otak.
“Ada petunjuk selama beberapa dekade bahwa apa yang disimpan di memori kerja mungkin berbeda dari apa yang dirasakan,” jelas penulis senior studi Clayton Curtin, seorang Profesor Psikologi dan Ilmu Saraf di New York University dalam pesan elektronik kepada Live Science.
Curtis dan rekan penulis Yuna Kwak, seorang mahasiswa doktoral di NYU, memecahkan misteri memori kerja ini menggunakan teknik pemindaian otak yang disebut pencitraan resonansi magnetik fungsional (MRI), yang mengukur perubahan aliran darah ke berbagai bagian otak.
“Sel-sel yang aktif membutuhkan lebih banyak energi dan oksigen sehingga MRI memberikan ukuran tidak langsung dari aktivitas sel otak,” ungkapnya.
Dalam salah satu uji coba, hasil pemindaian otak para sukarelawan terlihat lingkaran yang terdiri dari kisi-kisi atau garis miring di layar selama kira-kira empat detik. Grafik tersebut kemudian menghilang dan 12 detik kemudian para peserta diminta untuk mengingat kembali sudut dari garis miring tersebut.
Selanjutnya dalam uji coba lain, para peserta melihat awan titik-titik bergerak yang semuanya bergeser ke arah yang sama. Kemudian mereka diminta untuk mengingat sudut yang tepat dari gerakan awal titik itu.
“Kami memperkirakan bahwa sukarelawan akan mengkode ulang stimulus kompleks di otak mereka,” kata Curtis.
Untuk memvisualisasikan aktivitas otak yang kompleks, menciptakan semacam peta topografi yang mewakili puncak dan lemhah aktivitas di berbagai kelompok sel otak, para peneliti menggunakan pemindaian permodelan komputer.
Sel-sel otak yang memproses data visual memiliki ‘medan reseptif’ yang berarti mereka aktif sebagai respons terhadap rangsangan yang muncul di zona tertentu bidang visual seseorang.
Berdasarkan analisis ini, alih-alih mengkodekan semua detail halus dan setiap grafik, otak hanya menyimpan informasi relevan yang diperlukan untuk tugas yang ada.
Nee mengungkapkan salah satu keterbatasan penelitian ini adalah bahwa tim menggunakan grafik yang sangat sederhana, yang tidak selalu mencerminkan kompleksitas visual dunia nyata.
Memori kerja pada dasarnya bertindak sebagai jembatan antara persepsi dan tindakan.
“Studi ini mengungkap pandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke dalam zona perantara misterius antara persepsi dan tindakan ini,” jelas Nee.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani